Wayang
Tumpek Wayang. Sumber Foto : ana/bpn

BALIPORTALNEWS.COM, BADUNG – Saniscara Kliwon wuku Wayang, umat Hindu akan melaksanakan upacara yang ditujukan kehadapan Tuhan sebagai manisfestasinya sebagai Dewa Iswara untuk memohon keselamatan dan kerahayuan umat. Juga merupakan hari suci yang bisa di katakan keramat atau tenget oleh pemeluk agama Hindu di Bali.

Hari suci ini juga sering disebut dengan hari Tumpek Wayang yang datang setiap 6 bulan sekali. Dikatakan keramat karena orang tua dahulu akan melarang anak-anaknya untuk berkeliaran ke luar rumah sejak sehari sebelum Tumpek Wayang (penyalukan atau kalapasa) ini dikarenakan adanya sebuah mitos di Bali dan memang termuat dalam lontar Kala Tattwa menyebutkan jika seorang anak yang lahir tepat pada wuku wayang khususnya pada hari sabtu wuku wayang, maka akan menjadi santapan (tetadahan) Bhuta Kala.

Baca Juga :  JNE Terima Penghargaan Tebar Sejuta Al Quran dari Baitul Maal Hidayatullah

Ada juga yang menyebutkan bahwa kelahiran pada hari Tumpek Wayang merupakan cerminan dimana dunia diliputi hal-hal yang negatif. Seseorang akan diliputi oleh kegelapan, kebodohan, keangkuhan dan keangkaramurkaan. Untuk meminimalisir pengaruh-pengaruh negatif tersebut maka upacara yang dilaksanakan untuk seseorang lahir pada wuku wayang adalah upacara Sapuh Leger.

Dalam lontar Sapuh Leger disebut, Dewa Siwa memberikan izin kepada Dewa Kala untuk memakan anak-anak yang lahir di wuku Wayang. Demi keselamatan anak-anak tersebut, harus dilakukan upacara dengan dibersihkan dengan tirta Wayang Sapuh Leger, Sapuh yang berarti membersihkan dan Leger atau ligis memiliki makna habis. Jadi makna dari upacara Sapuh Leger bisa diartikan untuk menghilangkan atau membersihkan diri dari mala atau pengaruh negatif.

Baca Juga :  Sekda Adi Arnawa Buka Lomba Mancing Yowana Griya Dalem Sibanggede

Upacara Sapuh Leger ini terfokus pada pemujaan Dewa Iswara dan Dewa Siwa yang diyakini akan mengutus Sanghyang Samirana untuk turun ke dunia dan akan menjadi seorang seorang dalang dalam pementasan wayang sapuh leger.

Dengan anugerah ini, seorang dalang akan mampu mempertunjukan pementasan wayang sapuh leger dengan cerita yang penuh dengan filsafat agama serta kritik, saran dan realita yang terjadi di kehidupan sehari-hari sehingga yang menonton pertunjukan ini akan mensugesti dirinya dengan energi-energi yang positif.

Diharapkan dengan adanya energi positif ini akan menyeimbangkan fisik dan mental spiritual dalam diri manusia. (Anak Agung Sri Anggreni, S.Pd.H, Penyuluh Agama Hindu Kecamatan Mengwi, Badung)

Dapatkan berita terbaru dari Baliportalnews.com di Google News