Kekeringan
Kekeringan dan Kerusakan Bendungan Mengancam Situs Warisan Budaya Dunia Subak Kulub Atas di Gianyar. Sumber Foto : Istimewa

BALIPORTALNEWS.COM, GIANYAR  – Petani di Subak Kulub Atas, Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, tengah menghadapi situasi yang miris. Meskipun subak mereka adalah bagian dari Situs Warisan Budaya Dunia (WBD), namun kekeringan yang disebabkan oleh kerusakan bendungan yang diterjang banjir pada akhir tahun 2022 masih belum mendapat solusi hingga saat ini.

I Wayan Perasi, Pekaseh Subak Kulub Atas, mengungkapkan keprihatinannya terhadap kondisi tersebut.

“Bagaimana melestarikan subak, jika bendungan rusak sudah setahun tidak ada yang memperbaiki? Subak itu kan terdiri dari tiga unsur sawah, air, dan pura. Nah ini, Subak Kulub Atas yang katanya bagian dari WBD tidak mendapat perhatian dari pihak terkait,” ujarnya saat bertemu dengan akademisi Universitas Udayana dan pimpinan Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XV di Balai Subak Pulagan, Desa Tampaksiring, Selasa (19/9/2023) kemarin.

Pekaseh Wayan Perasi juga mempertanyakan siapa yang seharusnya bertanggung jawab dalam menangani masalah ini, apakah Dinas Pertanian, Dinas PUPR, atau Dinas Kebudayaan. Ia mengungkapkan bahwa sebelumnya permasalahan subak ditangani oleh Pasedahan Agung yang ada di Dinas Pendapatan tingkat kabupaten, namun lembaga tersebut sudah tidak eksis lagi.

Baca Juga :  Kolaborasi Program Desa dan Program Pengabdian Masyarakat Mahasiswa Unmas Denpasar dalam Melaksanakan Blahbatuh Fullmoon sebagai Wadah Seniman di Desa Blahbatuh

Menurutnya, pelestarian subak tidak bisa diimplementasikan jika pasokan air irigasi tidak mengalir ke sawah. Oleh karena itu, ia berharap agar keluhannya terkait kerusakan bendungan segera mendapat perhatian dari pihak terkait, baik di tingkat kabupaten, provinsi, maupun pemerintah pusat.

Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XV, Abi Kusno menjelaskan, bahwa pihaknya telah mengundang kelian subak dalam rangka pemetaan dan monitoring subak di lanskap subak DAS Pakerisan. Hal ini dilakukan untuk memberikan masukan mengenai konsep pengembangan potensi ekowisata berbasis subak.

Ketua Unit Subak LPPM Unud, Prof. Dr. Ir. Ketut Suamba, MP., menyatakan bahwa mereka bekerja sama dengan Balai Pelestari Kebudayaan untuk mengembangkan inovasi dalam upaya pelestarian subak. Ia juga menjelaskan bahwa di DAS Pakerisan terdapat tiga subak yang menjadi situs WBD, yaitu Subak Pulagan-Kumba, Subak Kulub Atas, dan Subak Kulub Bawah.

Sementara itu, Dr. I Made Sarjana, SP., M.Sc., seorang akademisi Unud yang fokus pada kajian integrasi pertanian dan pariwisata, mengakui bahwa ketersediaan air irigasi adalah kebutuhan dasar bagi subak. Ia berharap pemegang kebijakan terkait pertanian, ketahanan pangan, infrastruktur, dan pelestari subak sebagai WBD dapat bekerja sama untuk memberikan solusi mengatasi kekeringan di Subak Kulub Atas.

Terkait pengembangan potensi pariwisata dalam subak, Dr. I Made Sarjana lebih menekankan penggunaan istilah “agrowisata” ketimbang “ekowisata”. Menurutnya, pengembangan ekowisata memiliki persyaratan yang rigid dan sulit dipenuhi oleh petani atau pengurus subak. 

“Agrowisata pengertiannya sederhana bagaimana mengembangkan aktivitas kepariwisataan di dalam subak atau areal pertanian,” jelasnya.

Baca Juga :  Upacara Ngaben Pande Ketut Krisna, Pencipta Kaos Barong yang Legendaris

Dr. I Made Sarjana juga menekankan pentingnya identifikasi potensi daya tarik wisata (DTW) yang ada, baik DTW alam, budaya, maupun buatan. Selain itu, pengelola subak yang ingin mengembangkan agrowisata harus memperhatikan empat aspek penting, yaitu attraction, accessibilities, amenities, dan ancillaries.

Ia juga mengajak petani untuk bersabar dan berhati-hati dalam mengembangkan pariwisata dalam subak. Alih fungsi yang tidak terkendali dapat mengancam pelestarian subak sebagai WBD. Oleh karena itu, perencanaan kawasan yang memuat zonasi dan melibatkan kesepakatan warga setempat sangat diperlukan dalam pengembangan agrowisata dalam subak.

Kondisi Subak Kulub Atas di Gianyar menjadi perhatian penting untuk melestarikan warisan budaya dunia dan memastikan kesejahteraan petani setempat. Diperlukan kerjasama antara pemerintah daerah, provinsi, dan pusat, serta akademisi untuk mencari solusi yang tepat dalam mengatasi masalah ini. (unud.ac.id/bpn)

Dapatkan berita terbaru dari Baliportalnews.com di Google News