MASITA
Sumber Foto : Istimewa

Bahkan ketika pariwisata Bali booming pada 2018 saat ada IMF-World Bank Summit, sebutnya, capaiannya hanya sekitar 38-39% dari semestinya sebagaimana di release dari website Dinas Pariwisata Daerah (Disparda) setempat.

Pariwisata Karangasem, terangnya lebih lanjut, perlu berbenah. Di era next normal kedepan ini, menurutnya, adalah momentum kebangkitan rural tourism dan potensi yang sangat besar sebagai leading destination pada konsep pedesaan.

Selama ini, menurutnya, upaya pemkab untuk melakukan pemasaran sudah mulai tampak, namun hal itu perlu terlebih dahulu diawali dengan penataan tempat usaha yang baik.

“Kami juga ingin mengkritisi sebagai contoh destinasi Amed yang terdapat 250 lebih tempat usaha kecil dan menengah dan 186 di antaranya adalah usaha akomodasi, mereka di sana tidak pernah tersentuh program sertifikasi profesi bagi tenaga kerja pariwisata,” katanya.

Baca Juga :  Tandai Penyineban Karya IBTK Tahun 2024, Pj Gubernur Bali Nuek Bagia Pula Kerti

Itulah yang membuat pihaknya melihat ada yang keliru dalam menata kepariwisataan Karangasem. Hospitality, sebutnya, adalah keramahan dan pelayanan, tenaga kerjanya harus terlatih dan kompeten terlebih dulu sehingga tercipta produk pariwisata yang berkualitas.

“Jangan promosi besar-besaran namun kualitas produk masih rendah,” tegas Swabawa yang baru menyelesaikan pelatihan kepariwisataan bagi pelaku usaha pariwisata di DTW (Daerah Tujuan Wisata) Amed, Kec. Abang, Karangasem ini.

Dapatkan berita terbaru dari Baliportalnews.com di Google News