THT
Dokter spesialis Telinga, Hidung, Tenggorokan, dan Kepala Leher (THT-KL) Rumah Sakit Akademik (RSA) UGM, dr. Anton Sony Wibowo, Sp.T.H.T.K.L., M.Sc., FICS. Sumber Foto : Istimewa

BALIPORTALNEWS.COM, YOGYAKARTA – Pandemi Covid-19 membuat kita harus membatasi diri dalam beraktivitas seperti bekerja dan belajar banyak dilakukan dari rumah ataupun secara daring. Hal tersebut menjadikan penggunaan earphone maupun headset menjadi lebih sering dari biasanya. Penggunaan alat-alat tersebut dalam jangka waktu lama biasanya akan berdampak pada kesehatan telinga dan pendengaran.

Dokter spesialis Telinga, Hidung, Tenggorokan, dan Kepala Leher (THT-KL) Rumah Sakit Akademik (RSA) UGM, dr. Anton Sony Wibowo, Sp.T.H.T.K.L., M.Sc., FICS., mengatakan pada beberapa kasus ditemukan gangguan pendengaran terkait penggunaan perangkat audio untuk mendengarkan suara langsung ke telinga. Paparan suara dengan intensitas yang tinggi sangat berhubungan dengan gangguan pendengaran yang dikenal dengan sensorineural hearing loss dan telinga berdenging atau tinnitus.

Baca Juga :  40 Persen Omzet dari Ekspor, UMKM Pekalongan Ungkap Strategi Tembus Ekspor bersama Shopee

Ia mengatakan terdapat rekomendasi suara berlebihan atau noise agar kesehatan pendengaran tetap terjaga. Menurut rekomendasi National Institute and Health suara tidak boleh melebihi 85 desibel di telinga kita selama 8 jam.

“Jadi penggunaan sound devices yang aman yaitu dengan melakukan pengaturan volume di bawah 85 desible dan diatur waktu penggunaanya tidak boleh terlalu lama,”paparnya, Kamis (9/12/2021).

Ia menyebutkan secara umum paparan suara yang semakin besar ditoleransi dengan pembatasan waktu paparan.

Misal menurut The National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) direkomendasikan untuk intensitas 85 desibel selama 8 jam, 88 desibel hanya selama 4 jam, 91 desibel hanya 2 jam, dan 100 desibel hanya 15 menit harus mulai dilakukan program perlindungan untuk paparan suara.

Baca Juga :  Jadi Skutik Paling Pas dan Populer, New Honda Vario Tapil Makin Gaya

Dosen FKKMK ini menambahkan secara umum gangguan pendengaran yang terkait dengan suara akan meningkat pada pasien dengan penyakit penyerta atau komorbid. Benerapa diantaranya seperti,l diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit metabolik lain.

“Walaupun pasien tanpa komorbid, tetapi bila mengalami paparan dengan intensitas yang tinggi dan dalam jangka lama akan berhubungan dengan gangguan pendengaran dan tinnitus atau telinga berdenging,” jelasnya.

Anton kembali mengimbau masyarakat untuk menjaga kesehatan pendengaran saat penggunaan perangkat audio dengan melakukan pembatasan pemakaiannya dengan tingkat suara level tertentu. Selain itu pembatasan waktu penggunaan atau tidak terlalu lama dan meningkatkan kesehatan secara umum guna mengurangi dampak negatif paparan suara yang terlalu keras dan lama.

Baca Juga :  Beredar Hoaks Uang Pecahan Rp 1.0 Baru, Bank Indonesia dan Peruri Bantah

“Ada pembatasan penggunaan sound devices dengan tingkat sound level tertentu, tidak terlalu lama, ada ‘dosis maksimal’ untuk paparan suara keras, dan dalam waktu tertentu,”pungkasnya.(bpn)

Dapatkan berita terbaru dari Baliportalnews.com di Google News