PLTS Atap
Direktur Eksekutif IESR (Institute for Essential Services Reform) Fabby Tumiwa. Sumber Foto : ads/bpn

Dengan adanya lebih banyak PLTS, bisa mempengaruhi sistem PLN. Sehingga perencanaan PLN perlu menyesuaikan dengan rencana ini. Saat ini PLN cukup positif merespon ini, jika pasokan energi terbarukan cukup besar maka sebenarnya PLN juga diuntungkan sehingga bisa mengurangi biaya produksi listrik dengan mengoptimalisasi beban pemakain listrik.

“Semuanya harus direncanakan walaupun kendala pandemic. Namun kita harapkan bahwa setelah ini Pemerintah Provinsi Bali dapat berlari lebih cepat untuk energi ramah lingkungan,” pungkas Fabby Tumiwa.

Sementar Kepala CORE Udayana, Ida Ayu Dwi Giriantari menilai pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) di Bali saat ini cukup berpolemik. Salah satu contohnya pemanfaatan panas bumi sebagai sumber energi pembangkitan yang banyak menuai protes. Begitu juga dengan pemanfaatan air untuk pembangkitan yang saat ini lebih dominan untuk digunakan dalam pemenuhan air baku masyarakat.

Ida Ayu Dwi Giriantari pun menilai Bali paling mungkin mengembangkan pembangkit listrik dari energi surya. Namun, karena mahalnya lahan di Bali, pemanfaatan energi surya untuk pembangkitan pun bisa ditempuh lewat PLTS Atap.

Baca Juga :  Lewat Bukber Jalin Silaturahmi dan Kebersamaan Member Honda Big Bike Bali

“Menurut saya, yang memulai dulu pemasangan PLTS Atap adalah perhotelan, baru merambah ke bisnis di luar pariwisata, kemudian pemukiman masyarakat umum,” terangnya.(ads/bpn)

Dapatkan berita terbaru dari Baliportalnews.com di Google News