bunuh diri
Manajer Center for Public Mental Health (CPMH) Fakultas Psikologi UGM, Nurul Kusuma Hidayati, M.Psi., Psikolog. Sumber Foto : Istimewa

BALIPORTALNEWS.COM, YOGYAKARTA – Manajer Center for Public Mental Health (CPMH) Fakultas Psikologi UGM, Nurul Kusuma Hidayati, M.Psi., Psikolog., menyebutkan media massa memiliki peran strategis dalam memengaruhi persepsi masyarakat terkait bunuh diri. Narasi berita yang disampaikan bisa menjadi alat advokasi, tetapi juga bisa berdampak negatif.

“Apakah itu pengaruh positif atau negatif tergantung bagaimana jurnalisme itu dilakukan,” jelasnya dalam Sekolah Wartawan yang berlangsung Kamis (19/10/2023) di Ruang Fortakgama UGM.

Dalam Sekolah Wartawan kali ini mengangkat tema Etika Pemberitaan di Media Terkait Kesehatan Mental dan Bunuh Diri. Kegiatan ini diselenggarakan untuk meningkatkan pemahaman dan wawasan baru bagi insan media terkait pemberitaan bunuh diri agar tidak memicu perilaku bunuh diri.

Nurul menyebutkan bahwa paparan kasus bunuh diri atau perilaku bunuh diri bisa berasal dari mana mulai dari lingkungan keluarga, pertemanan sebaya hingga tayangan media. Paparan tersebut berpotensi meningkatkan kasus bunuh diri dan perilaku bunuh diri. Demikian halnya penyampaian infromasi melalui berita di media jika tidak disampaikan dengan baik dapat memicu terjadinya copycat suicide.

Baca Juga :  Klaim Menyesatkan, Suntik KB Tak Sebabkan Kista Ovarium

“Pemberitaan bunuh diri di media ini berpotensi meningkatkan terjadinya copycat suicide atau tindakan bunuh diri yang dilatarbelakangi meniru kasus bunuh diri sebelumnya,” jelasnya.

Karenanya Nurul menyampaikan dalam pemberitaan seyogianya media mempertimbangkan berita yang diterbitkan apakah akan memperkuat atau justru melawan stigma. Selain itu juga penting dalam pemilihan bahasa karena cara penggabaran seseorang atau gangguan akan memengaruhi persepsi orang terhadap hal-hal tersebut. Lalu, meminta persetujuan narasumber dan memerhatikan dampak jangka panjang terhadap artikel yang diterbitkan.

“Wartawan akan melanjutkan hidup seperti biasa setelah artikel terbit. Namun orang-orang yang jadi sorotan di dalamnya akan terus terhubung dengannya dalam jangka waktu yang panjang,” urainya.

Nurul menambahkan isu lain yang perlu diperhatikan insan media saat penulisan berita terkait bunuh diri dan kesehatan mental adalah mempertimbangkan soal trauma. Apakah proses pelaporan baik wawancara atau foto akan membuat seseorang mengalami trauma kembali yang pernah terjadi.

Lebih lanjut nurul menyampaikan bahwa dampak pelaporan bunuh diri tidak terbatas pada efek yang merugikan. Sebaliknya, liputan tentang cara mengatasi situasi sulit seperti yang dicakup dalam berita tentang ideasi bunuh diri bisa memiliki efek protektif.

“Penyampaian berita tentang bunuh diri oleh media juga bisa memiliki efek protektif seperti bagaimana deteksi dini bunuh diri, bagaimana saat menghadapi situasi sulit dan lainnya,” terangnya.

Baca Juga :  Wawali Arya Wibawa Buka Explora FBTSH Universitas Bali International

Di akhir paparannya Nurul menyampaikan kepada wartwan tentang kunci efektif intervensi untuk pencegahan bunuh diri. Terdapat empat intervensi berdasar penelitian untuk mencegah bunuh diri. Pertama, melakukan pembatasan terhadap akses sarana prasarana tindak bunuh diri. Kedua, interaksi yang intensif dengan media untuk pelaporan bunuh diri yang profesional dan bertanggung jawab. Ketiga, mengembangkan life-skill/kecakapan hidup sosio-emosional pada remaja.

“Terakhir, melakukan identifikasi/deteksi dini, observasi, mengelola tindak lanjut untuk para individu yang terpengaruh dengan tindak bunuh diri,” pungkasnya.(ugm.ac.id/bpn)

Dapatkan berita terbaru dari Baliportalnews.com di Google News