Pasraman Kilat
Kepala Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga Kota Denpasar, AA Gede Wiratama. Sumber Foto : tha/bpn

BALIPORTALNEWS.COM, DENPASAR – Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga (Disdikpora) Kota Denpasar, mewajibkan sekolah jenjang SMP negeri dan swasta se-Kota Denpasar untuk menyelenggarakan pasraman kilat untuk mengisi libur hari raya Galungan dan Kuningan. Pasraman kilat dilaksanakan selama tiga hari mulai 7 s.d 9 Agustus 2023.

“Sesuai dengan kalender pendidikan, satuan pendidikan di Bali melaksanakan libur hari raya Galungan dan Kuningan mulai tanggal 31 Juli sampai dengan 12 Agustus 2023. Khusus, pada jenjang pendidikan SMP di Denpasar mulai tanggal 7, 8 dan 9 Agustus kita wajibkan untuk mengisi dengan kegiatan pasraman kilat di masing-masing sekolah. Pola dan pelaksanaannya kita serahkan ke pihak sekolah masing-masing,” sebut Kepala Disdikpora Kota Denpasar, AA Gede Wiratama, Jumat (28/7/2023).

Menurut Agung Wiratama, momentum hari raya Galungan dan Kuningan kali ini termasuk istimewa karena dalam suasana hari Kemerdekaan di bulan Agustus. Karenanya, libur sekolah serangkaian hari raya Galungan dan Kuningan ini bisa dipakai media aktivitas pelajar, baik di sekolah, di desa adat, dan juga di banjar untuk menguatkan karakter positif pelajar.

Agung Wiratama menyebutkan, ada tiga hal pokok yang baik diberikan kepada pelajar dan pemuda dalam membentuk karakter itu. Pertama, mengetahui tentang jati diri mereka. Pada fase ini pemuda biasanya ada pada kondisi labil dan sedang mencari jati diri.

Baca Juga :  Naluriku Menari Siap Digelar di Kota Denpasar, Jadi Ruang Kreativitas untuk Asah Skill Generasi Muda di Bidang Seni Tari

Kedua, sebagai momentum pemuliaan pada budaya dan kearifan lokal. Budaya dan kearifan lokal banyak berisi nilai hidup kehidupan untuk cipta rasa dan karsanya sebagai kekuatan individu menghadapi perubahan peradaban. Dan, ketiga mengagungkan agama sebagai kekuatan keyakinan untuk memuliakan harkat derajat dan martabat manusia sebagai ciptaan Tuhan. Dan agama mendorong manusia berpegang teguh dengan cara hidup yang selalu mematuhi kebaikan dan kebenaran.

Agung Wiratama menambahkan, orangtua harus melibatkan anak-anaknya dalam membuat sesajen atau perlengkapan sarana ritual lainnya agar liburan tersebut bermanfaat bagi pemahaman anak-anak tentang nilai-nilai budaya dan agama. Orangtua juga diharapkan mampu memberikan penjelasan secara sempurna makna di balik ritual tersebut, sehingga istilah anak mula keto dan gugon tuwon tidak lagi menjadi semacam budaya.

Baca Juga :  Hari Ini AHASS Siaga Plus di Negara Siap Layani Pemudik

“Libur itu tak semata-mata merayakan hari raya, tetapi ada pemaknaan dalam rangka peningktan sraddha dan bhakti. Anak-anak juga mesti melibatkan diri secara intensif di lingkungannya masing-masing dalam kegiatan agama dan budaya,” lugas Agung Wiratama.

Ditegaskan, pendidikan tidak hanya berlangsung di dalam kelas, namun juga berlangsung di lingkungan keluarga dan masyarakat. Pendidikan tak hanya mengejar angka-angka, tetapi juga mengutamakan budi pekerti.

Keberhasilan anak-anak dalam menempuh pendidikan juga diukur dari segi moralnya. Mengisi libur hari raya ini, mereka (siswa) bisa diperkenalkan dengan tatanan kehidupan adat dan masyarakat Bali, mempererat ikatan kekerabatan dengan rekan-rekannya di banjar maupun nilai-nilai positif lokal genius lainnya.

Baca Juga :  Pastikan Keamanan Wilayah, Kelurahan Peguyangan Gelar Pendataan Duktang dan Sambangi Rumah Penduduk yang Mudik

Momentum hari raya Galungan dan Kuningan, kata dia, merupakan sebuah bentuk penguatan nilai-nilai budi pekerti. Anak-anak bisa mempelajari tradisi keagamaman pada masyarakat (orangtua) seperti mejejahitan atau metanding banten.

“Itu sebuah bentuk transformasi nilai budaya dan agama,” tandasnya.(tha/bpn)

Dapatkan berita terbaru dari Baliportalnews.com di Google News