Baliportalnews.com
Baliportalnews.com

BALIPORTALNEWS.COM – Masyarakat dunia termasuk Indonesia memperingati Hari Hutan Internasional setiap 21 Maret. Kendati begitu, kondisi hutan dunia semakin memburuk dengan jumlah luasan hutan yang terus menurun dari tahun ke tahun.

Pakar Politik dan Kebijakan Kehutanan UGM, Prof. Ahmad Maryudi, S.Hut.,M.For., Ph.D.,  mengatakan kondisi hutan dunia terus memburuk walaupun telah ada rejim kehutanan internasional yang mengatur mekanisme pengelolaan hutan dari level global dan nasional.

“Meski ada banyak ragam aturan dan mekanisme berkenan dengan pengelolaan hutan, faktanya hutan tidak berada dalam kondisi yang semakin membaik,” ucapnya saat ditemui di ruang kerjanya di Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan UGM, Kamis (22/3/2018) sore.

Maryudi menyebutkan deforestasi terus saja terjadi. Bahkan sebanyak 10-13 juta hektar hutan dunia hilang setiap tahunnya.

Baca Juga :  Hadir Pertama Kali di Pulau Sulawesi, Honda Resmikan Dealer Mobil Bekas Bersertifikasi

“Belum lagi hutan yang terdegradasi, jumlahnya jauh lebih banyak,” jelas Guru Besar Fakultas Kehutanan UGM ini.

Hal serupa juga terjadi di Indonesia. Deforestasi dan degradasi menyebabkan luasan lahan hutan Indonesia semakin berkurang.

“Deforestasi dan degradasi hutan terparah terjadi selama rentang waktu 2000-2005. Setidaknya 1,8 juta hektar hutan hilang setiap tahun,” jelasnya.

Maryudi mengatakan kehutanan Indonesia masih menghadapi tantangan persaingan dengan sektor pertanian, terutama perkebunan kelapa sawit. Ekspansi lahan untuk kepentingan industri sawit terjadi secara besar-besaran.

Baca Juga :  Gelar Santunan Yatim Piatu, PT Hotel Indonesia Natour Berbagi Kebaikan di Bulan Ramadhan 1445 H

“Saat ini ada 12 juta hektar lahan sait dan ditargetkan bisa membuka lahan hingga 20 juta hektar,”kata Maryudi yang juga editor di Forest Policy & Economics, jurnal terindeks Scopus&Thompson Reuter.

Selain itu juga terdapat tumpang tindih regulasi antara kehutanan dan tata ruang. Maryudi mencontohkan di Riau dan Kalimantan Tengah yang belum adanya padu serasi antara tata ruang kehutanan dengan tata ruang kedua provinsi tersebut.

Menurutnya, pemerintah telah menunjukkan komitmen untuk memperbaiki tata kelola hutan. Berbagai kebijakan perlindungan hutan telah disusun.

Baca Juga :  HOAKS! Bumi Akan Gelap pada 8 April 2024

“Hanya saja dalam pelaksanaanya, kebijakan yang telah dibuat acapkali dikalahkan oleh tujuan pembangunan perekonomian yang berdampak pada kerusakan hutan,” kata Deputy Coordinator Unit 9.05.00 Forest Policy & Governance di International Union of Forestry Research Organizations (IUFRO) ini.

Lebih lanjut Maryudi menyampaikan pentingnya sinergi dan kerja sama dari berbagai pihak dan stakeholder dalam penyelamatn dan pengelolaan hutan. Individu dan masyarakat diharapkan dapat meningkatkan kepedulian terhadap pengelolaan hutan  yang diimplementasikan dalam langkah nyata. Sementara negara diharapkan dapat dengan tegas menegakan peraturan perlindungn hutan dan melaksankan  kebijakan dalam program-program yang mendukung kelestarian hutan. (ika/humas-ugm/bpn)

Dapatkan berita terbaru dari Baliportalnews.com di Google News