Baliportalnews.com
Baliportalnews.com

BALIPORTALNEWS.COM – Tim Palawa Universitas Padjadjaran  berhasil mencapai  Puncak Nemangkawi pada Sabtu (25/3/2017) pukul 11.30 WIT.

Puncak  titik tertinggi Indonesia yang berada di Pegunungan Cartensz, Jayawiya dan merupakan salah satu dari World Seven Summit tersebut berhasil dicapai dengan misi penerapan konsep zero waste mountaineering.

Pencapaian tim tersebut merupakan salah satu bentuk pengabdian dalam rangka 35 tahun untuk perhimpunan yang lahir pada tanggal 24 Maret 1982.

Pendakian kali ini dilakukan untuk menuntaskan Ekspedisi Padjadjaran Nemangkawi (EPN). Ekspedisi yang bertemakan “Petualangan dan Pendidikan” ini merupakan rangkaian dari Penelitian Literasi di Desa Suanggama yang berlangsung sejak November tahun lalu.

Kali ini, tim terdiri dari Ichsan Lovano Pradewa (Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik), Ronni Robinson Simbolon (Fakultas Ilmu Budaya), Muhammad Ikhsan Rizky (Fakultas Geologi), dan Yandi Romadona (Fakultas Teknologi Industri Pertanian).

Pendakian menuju puncak dimulai dari Basecamp Lembah Kuning. Lembah Kuning menjadi lokasi tim untuk bermalam dan mendirikan tenda. Lokasi ini berada di ketinggian 4250 mdpl dan menjadi titik terakhir untuk menuju Puncak Nemangkawi.

Baca Juga :  Kisah Kartini Masa Kini, Rintis Bisnis di Usia 19 Tahun Kini Punya 150 Karyawan

Ketika waktu menunjukkan pukul setengah empat pagi, tim pun bergegas memulai perjalanan untuk summit attack. Tim bergerak sesegera mungkin karena diperkirakan hujan akan turun jika melewati pukul 10.00 WIT.

Setiap orang telah memiliki settingan alat panjatnya sendiri karena kurang berjarak dua jam dari basecamp, tim akan sampai di Lintasan Panjat. Lintasan tersebut sudah tersedia safety line, sehingga setiap pendaki dapat langsung memasang alat yang sudah terhubung di badannya.

Tali terbentang panjang di depan dan medan pun terus menanjak. Kurang lebih terdapat dua puluh pitch untuk sampai ke Puncak Nemangkawi.

Salah satu pitch yang sulit adalah Kandang Babi yang merupakan celah terbesar di punggungan Cartensz dengan jarak kurang lebih dua puluh meter. Ada dua cara untuk melewatinya, menggunakan jembatan tali atau tyrolean. Tim memilih melewatinya menggunakan sebuah tali wayer sebagai pijakan dan dua buah tali wayer di kanan dan kiri sebagai pengaman.

Baca Juga :  Indosat Ooredoo Hutchison Catat Lonjakan Trafik Data 17% selama Idul Fitri 1445 H

Salah satu atlet EPN mengaku tantangan terbesar adalah ketinggian yang berada di atas 4000 mdpl. Tim harus benar-benar mengatur pernapasan karena oksigen yang ada tipis. Hal tersebut pun menjadi salah satu alasan mengapa tim perlu banyak istirahat selama pendakian.

“Selama pendakian, jalannya pun penuh kabut, jarak pandang mungkin hanya sekitar sepuluh sampai dua puluh meter,” ujar salah satu atlet EPN, Ronni Robinson.

Selain oksigen yang tipis dan semakin menipis ketika pengaturan napas tak baik, hujan es dengan medan yang semakin sulit juga menjadi tantangan selama pendakian menuju puncak.

Dengan menerapkan konsep zero waste mountaineering, pendakian sama sekali tidak menghasilkan sampah. Konsep tersebut bukan sekadar tidak meninggalkan sampah di gunung. Akan tetapi, konsep ini dimulai sejak perencanaan.

Baca Juga :  Kementerian Pendidikan Bantah Kabar Seragam Sekolah Diganti Setelah Lebaran

Hal yang paling mendasar pada penerapan konsep ini terletak pada manajemen konsumsi. Tim mengurangi barang yang berpotensi menghasilkan sampah dan menggantinya dengan wadah pakai ulang berupa kotak makan atau kantong kain.

Selain itu, sesuai dengan nama ekspedisi ini, tim juga membawa misi untuk mempopulerkan nama lokal dari puncak dengan ketinggian 4884 mdpl tersebut.

Puncak yang biasa disebut dengan Puncak Carstensz Pyramid itu memiliki nama lokal “Nemangkawi” yang berasal dari bahasa Suku Amungme. Nama tersebut berarti Panah Putih karena saat nama tersebut diberikan, gunung tersebut memiliki salju di puncaknya. (humas-unpad/bpn)


Pantau terus baliportalnews.com di :

Dapatkan berita terbaru dari Baliportalnews.com di Google News