KMHDI
Gelar Diskusi, KMHDI Bali Soroti Peran Perempuan Dalam Pembangunan Bangsa. Sumber Foto : Istimewa

BALIPORTALNEWS.COM, DENPASAR – KMHDI Bali menggagas diskusi bertajuk bincang puan menyoroti peran perempuan dalam dinamika pembangunan bangsa. Diskusi yang dilaksanakan via zoom meeting Jumat (4/8/2023) ini diikuti puluhan kader KMHDI se-Indonesia serta berbagai instansi. Mereka antusias mengikuti meskipun diskusi hanya melalui layar virtual.

Ketua PD KMHDI Bali, Putu Esa Purwita menjelaskan, kegiatan ini dilaksanakan untuk membahas lebih dalam isu kesetaraan dan peran perempuan dalam membangun organisasi. Sehingga diharapkan mampu memantik daya pikir yang kritis, guna memberikan sumbangsih berupa suara perempuan utamanya KMHDI terhadap pembangunan bangsa.

“Tujuan acara ini untuk membahas isu perempuan yang tidak ada habisnya. Harapanya acara ini dapat menyediakan ruang bagi perempuan hebat untuk berdiskusi perihal isu perempuan yang sedang hangat,” ujar pria asal tanah Sulawesi ini, di sela-sela kegiatan berlangsung.

Kegiatan ini menghadirkan Nanda Riska Bagus Mudita yang merupakan Demisioner Ketua Departemen Kajian dan Isu periode 2019-2021. Dalam pemaparannya ia menjelaskan terkait dengan sejara pertentangan kaum perempuan.

Baca Juga :  Eksekutif dan Legislatif Provinsi Bali Saling Dukung Bahas 2 Raperda Menjadi Perda

Di mana ternyata sudah dimulai sejak abad pertengahan. Kala itu ada propaganda yang dibuat untuk melabelisasi perempuan sebagai penyihir yang menyesatkan. Sehingga menjadi asal mula posisi perempuan yang tampil di ruang publik dianggap tabu.

“Dari latar belakang historis tersebut, perjuangan feminis pun dimulai oleh para kaum Perempuan. Namun propaganda misskonsepsi feminis tetap dihadirkan,” katanya.

“Maksud Feminis digeser dan dianggap ancaman karena menganggap perempuan ingin mengambil alih posisi yang setara, tidak mau mengambil kewajibannya. Bahkan mengambil peran laki-laki dalam kehidupan,” imbuhnya.

Padahal menurut Riska maksud sesungguhnya dari feminis adalah untuk memperjuangkan kemerdekaan kaum perempuan. Merdeka yang dimaksud adalah merdeka dalam hal perjuangan, merdeka dalam hal belajar, dan merdeka dalam hal mengembangkan hidupnya.

Di sisi lain posisi perempuan mulia dalam ajaran agama hindu seperti tertera dalam kitab suci veda, sehingga patut dihormati. Maka dari itu perlu harmonisasi antara kaum Feminis dan Maskulin dalam kehidupan. “Sebagai konklusi, kedepan diperlukan kesadaran dan perjuangan kolektif untuk menciptakan harmonisasi tersebut, terutama melalui kegiatan pelatihan dan pendidikan,” tukasnya.

Baca Juga :  Wawali Arya Wibawa Buka Explora FBTSH Universitas Bali International

Dari pemaparan tersebut, timbul respon beragam dari peserta diskusi, satu di antaranya yakni Putu Asrinidevy yang kini menjabat sebagai Presidium 2 Pimpinan Pusat (PP) KMHDI.

Menurutnya ketimpangan peran perempuan dan laki-laki memang dilandasi peran sejarah yang cenderung menggambarkan bahwa perempuan itu lemah. Padahal lanjutnya, kenyataannya perempuan memiliki kekuatan lebih dari laki-laki.

“Peran Wanita dan Laki-laki sudah sepatutnya setara, seimbang, dan mampu bekerjasama layaknya sayap kanan dan kiri burung yang mampu membuatnya terbang. Kesetaraan gender dalam Hindu sudah disimbolkan oleh Dewa-Dewi Hindu. Dimana Dewi berperan sebagai sakti atau kekuatan yang senantiasa menyertai kaum feminis,” jelasnya.

Di sisi lain Puspita Purwati, Ketua PD KMHDI Sulawesi menyebut jika peran laki-laki dan perempuan sesungguhnya saat ini sudah setara. Hal ini dibuktikan dengan perempuan yang sudah banyak menjadi pemimpin dan mengambil peran dalam masyarakat.

Baca Juga :  Ratusan Pemudik Kunjungi AHASS Siaga Plus di Jembrana

“Namun stigma masyarakat yang masih tabu akan kesetaraan gender, dan masih adanya praktik memarginalkan posisi perempuan menjadi tantangan yang perlu tetap kita perjuangkan bersama untuk turut menjaga posisi perempuan dalam kehidupan” imbuhnya.

Sementara itu peserta lain, Ni Putu Virgi Eka Ayu Rasta, Ketua PD KMHDI NTB berpendapat faktor yang mendegradasi posisi perempuan salah satunya yakni budaya patriarki. Di mana perempuan justru dijejali tanggung jawab yang lebih banyak daripada lelaki sejak dini. Kendati demikian, ia meyakini kesetaraan gender saat ini sudah diakui.

“Dari sisi agama Hindu, konsep Ardhanariswari sebagai simbolisasi Tuhan sudah mencerminkan keseimbangan peran feminis dan maskulin di dunia,” sebutnya.(bpn)

Dapatkan berita terbaru dari Baliportalnews.com di Google News