Soud the Alarm
Penanaman pohon di Monkey Forest Ubud (15/6/2023), salah satu bagian dari kegiatan Lokakarya “Soud the Alarm”, 12-15 Juni 2023. Sumber Foto : ist/bpn

BALIPORTALNEWS.COM, DENPASAR – Sejumlah musisi Indonesia dari berbagai genre tergabung dalam IKLIM (The Indonesia Knowledge, Climate, Arts & Music Lab atau Lab Pengetahuan, Iklim, Seni & Musik), sebuah kelompok kolektif yang berkomitmen menyuarakan isu perubahan iklim melalui seni. Musisi yang tergabung, antara lain Endah N Rhesa, FSTVLST, Guritan Kabudul, Iga Massardi Barasuara, Iksan Skuter, Kai Mata, Made Mawut, Navicula, Tony Q, Tuan Tigabelas, dan Rhythm Rebels.

Robi Navicula, salah satu inisiator IKLIM menjelaskan, krisis iklim makin nyata terlihat lewat berbagai media massa yang memberitakan bencana alam. Berkaca dari itu, isu perubahan iklim ini menjadi urgen dibicarakan agar berbagai pihak ikut bersatu menyikapi perubahan iklim yang makin merugikan generasi mendatang.

Baca Juga :  Bali Jadi Tuan Rumah WWF, PLN Pastikan Infrastruktur SPKLU Siap Layani Ratusan Kendaraan Listrik Delegasi

“Di industri kreatif sebenarnya sudah banyak yang melakukan ini, tapi banyak yang berjuang sendiri-sendiri. Untuk itu, IKLIM menjadi gerakan kolektif yang digagas dari inisiatif yang tercerai berai tersebut,” jelas Robi, seperti yang dikutip dari rilis, diterima pada Jumat (16/6/2023).

Musisi tergabung dalam IKLIM sepakat musik menjadi alat untuk menyuarakan isu ini yang nantinya akan direalisasikan dalam sebuah album kompilasi lagu. Nantinya album akan diproduksi dan diluncurkan oleh label Alarm Record, sebuah label musik berkelanjutan dan ramah lingkungan pertama di Indonesia.

Robi menambahkan, tidak sedikit kebijakan yang berubah karena musik. Lebih dari itu, musik bukan sekadar hiburan, namun musik juga menjadi alat untuk menyampaikan pesan lebih luas dan membangun kolaborasi dengan seniman lain, media massa, akademisi, dan lainnya.

“Kita musisi, yang kita bisa lakukan sebagai musisi adalah membuat sebuah karya. Harapan kita agar penggemar kita menjadi ikut peduli dengan isu ini, siapa tahu penggemar kita punya kapasitas untuk mendukung regulasi di tempatnya, sehingga punya dampak yang lebih luas,” imbuhnya.

Baca Juga :  Ribuan Penonton Padati Nobar Semifinal Piala Asia U-23 di Dharma Negara Alaya Denpasar, Tim Garuda Muda Gagal Melaju ke Final Piala Asia U-23

Kesebelas musisi tersebut berkumpul di Ubud dalam kegiatan lokakarya bertajuk “Sound the Alarm” yang digelar 12-15 Juni 2023 di Ubud. Bersama dengan pakar di bidang ekologi, musisi diajak membahas lebih jauh soal isu perubahan iklim dan peluang musik sebagai alat untuk menyuarakan isu ini.

“Mereka juga melakukan aksi penanaman pohon bersama di Monkey Forest Ubud sebagai salah satu bentuk pelestarian ekosistem lokal,” ungkapnya.

Sebelumnya para musisi ini juga telah bergabung dalam sebuah gerakan global, Music Declares Emergency (MDE) yang mempersatukan musisi dan pecinta musik dalam merespon krisis iklim. Dengan slogan “No Music on a Dead Planet”, atau tidak ada musik di planet mati, gerakan global ini telah didukung oleh artis internasional seperti Billie Eilish, Thom Yorke dari Radiohead, Massive Attack, Tom Morello dari Rage Against The Machine, Jarvis Cocker dari Pulp, Kevin Parker dari Tame Impala, dan masih banyak lagi.

Baca Juga :  Tingkatkan Prestasi, Pengurus Taekwondo Indonesia Provinsi Bali untuk Masa Bakti 2024-2028 Resmi Dilantik

MDE memanfaatkan pengaruh para musisi untuk membangun kesadaran masyarakat serta menciptakan diskusi tentang isu iklim di media mainstream dan mendorong respon global terhadap masalah darurat ini.(bpn)

Dapatkan berita terbaru dari Baliportalnews.com di Google News