Baliportalnews.com
Baliportalnews.com

BALIPORTALNEWS.COM – Ritual penusur sira, sumber warisan masyarakat Karo, di helat hari ini (red : Kamis) di Desa Dokan oleh RKI (Rumah Karya Indonesia), Karang Taruna Desa Dokan, beserta Masyarakat Tanah Karo dan sekitarnya.

Panitia, turis, pelancong lokal, beserta masyarakat dan awak media telah berkumpul sejak pukul 08.00 WIB, dalam antusiasme menjadi saksi ritual yang terakhir diadakan pada dua puluh lima tahun lalu.

Ritual tersebut dimulai dengan adanya ‘merdang merdem’ yang menjadi satu dari kebudayaan untuk persiapan bertani agar jauh dari bala. Sebanyak 25 perempuan yang membawa beberapa jenis tanaman yang masing-masing memiliki nilai filosofi. Boru Sembiring, salah satu perempuan yang terlibat dalam ritual mengatakan bahwa sebelum ada ritual menurunkan garam, ada tradisi bertani yang disertai ritual agar kegiatan bercocok tanam berhasil.

Anak Beru, yang dianggap sebagai tokoh masyarakat sekaligus yang paling mengetahui ritual tersebut menjelaskan kepada wartawan dan seluruh penonton tentang beberapa jenis tanaman yang dibawa oleh 25 perempuan dalam aksi ritual. Adapun tanaman tersebut diantaranya : 1.Daun Pakis, yang melambangkan doa supaya penanaman padi berhasil, 2. Daun Betah-betah, yang diyakini dapat membuat padi kering menjadi padi berisi, 3.Daun Selambing, yang menjadi lambang perkakas pertanian supaya membawa keberhasilan,4.Engkal, yang berguna untuk menggemburkan tanah sebelum ada traktor pada zaman dahulu, 5. Daun Sengketen, yang bermakna apapun hasil pertanian kita, dapat menjadi pundi-pundi, 6.Daun Sanggar, yang diyakini dapat mengusir roh jahat, bahkan tikus adalah salah satunya dan 7.Daun bertuk yang merupakan simbol perlindungan.

Baca Juga :  Jadi Skutik Paling Pas dan Populer, New Honda Vario Tapil Makin Gaya

Setelah itu, 25 perempuan tersebut berjalan menuju lahan pertanian dan melakukan serangkaian proses yang diantaranya : Ngerentes, Mengkal, Bejah, Nampari, Meduki, Ngerongka, Madi-madi, merdang dan Nebu. Seluruh tanaman di tancap ke tanah yang melalui proses tersebut. Kemudian, wanita” itu langsung berlari pulang. Uniknya, tidak ada yang boleh menghalangi jalan atau mereka bisa saja terkena pukulan dari kayu yang dipegang masing” wanita tersebut.

Setelah merdang merdem dilaksanakan, maka wanita” itu disambut pulang dengan sajian makan siang. Setelah itu, barulah ritual penusur sira dilaksanakan. Anak beru menghimbau masyarakat dan media untuk berkumpul di rumah adat Simbelin. Maka, setelah itu anak beru menurunkan sira dari atas rumah. Bentuk sira panjang seperti padi, berwarna hitam dan rasanya sedikit getir dan asin. Namun ada pula yang merasakan hambar saat mengecap garam yang dibagikan tersebut.

Baca Juga :  Distribusi Jimny 5-Door Berjalan Konsisten, Konsumen Mengaku Sangat Puas Setelah Terima Unit

Ritual ini dilaksanakan terakhir pada dua puluh tahun yang lalu dengan pola yang sama seperti yang dilaksanakan pada hari ini.

Diantara masyarakat yang hadir, ada juga pelancong dari Perancis yang hadir. Tak hanya itu, turis Jerman juga ikut menyaksikan ritual tersebut. Kegiatan tidak berhenti hingga siang saja, sebab sore hari juga dilaksanakan seminar tradisi lisan dengan pembicara Dr.Pulumun P.Ginting,M.Sn. malam harinya ada kegiatan kebudayaan yang akan diisi oleh pertunjukan seni dan kebudayaan. (r/bpn)


Pantau terus baliportalnews.com di :

Dapatkan berita terbaru dari Baliportalnews.com di Google News