Babi
Perwakilan Gabungan Usaha Peternakan Babi Indonesia (GUPBI) Provinsi Bali mengadakan audiensi penting di Kantor Pemprov Bali. Sumber Foto : ads/bpn

BALIPORTALNEWS.COM, DENPASAR – Perwakilan Gabungan Usaha Peternakan Babi Indonesia (GUPBI) Provinsi Bali mengadakan audiensi penting di Kantor Pemprov Bali pada Selasa (7/11/2023) untuk mengemukakan kebutuhan mendesak peternak babi di wilayah tersebut. Mereka mendesak pemerintah untuk menetapkan harga pokok babi hidup sebesar Rp40 ribu per kilogram, yang saat ini hanya Rp25 ribu per kilogram.

“Ini jauh dan berat bagi peternakan. Dimana, harga babi hidup yang dikirim ke luar Bali hanya Rp25 ribu per kilogram. Dan kita sudah bersurat berkali-kali kepada pemerintah, dan baru hari ini bertemu dari Dinas Peternakan Bali, dimana dalam poin yang diminta agar segera dilakukan penetapan nilai jual produksi senilai Rp40 ribu. Dan berjanji dirampungkan dalam batas waktu satu bulan. Kita tunggu dan kalau tidak akan menghadap lagi,” kata Ketua GUPBI Bali, I Ketut Hari Suyasa, didampingi puluhan perwakilan para peternak di Kantor Gubernur Bali.

Baca Juga :  Rampung! Raperda tentang Pemberian Insentif dan Kemudahan Investasi Serta Raperda tentang Pengarusutamaan Gender Siap Disahkan
Ketua GUPBI Bali, I Ketut Hari Suyasa (kiri). Sumber Foto : ads/bpn

Dia menuturkan, jika kesepakatan yang dilakukan pemerintah agar pokok produksi peternak tidak turun dari biaya produksi Rp40 ribu, akan menjadi keuntungan bagi peternak babi.

“Kita harapkan tidak boleh turun dari biaya pokok produksi Rp40 ribu,” katanya.

Upaya penetapan harga babi ini, akan dikoreksi setiap 6 bulan sesuai biaya pokok produksi. 

“Kalau turun ya otomatis, harga pokok produksi juga turun. Itu konsepnya,” katanya.

Apabila hal ini tidak ditangani dengan cepat, maka sangat berbahaya untuk 4 bulan kedepan, karena potensi harga babi melonjak tinggi. 

“Ini yang akan ribut bisa di hilir, seperti tukang potong hewan dan harga daging serta para konsumen,” katanya.

Hal ini yang diupayakan GUPBI Bali agar tidak terjadi. Apalagi, banyak yang terlibat dalam usaha peternakan babi ini yang ikut mendapat berkah seperti pedagang babi guling, pengadang sate, jasa tangkap babi, pakan dan dokter hewan. 

“Jadi penting sekali, pemerintah atau Gubernur Bali agar serius menyejahterakan rakyat dengan memproteksi terhadap peternak babi,” katanya.

Karena, babi bukan saja produk ekonomi masyarakat Bali. Supaya babi tetap ada di Bali, hendaknya pemerintah memproteksi kepada peternak babi.

“Babi di Bali yang dikirim ke luar, harus kita tetapkan harganya, agar peternak untung. Dengan tetap menjaga kualitas. Karena saat ini harga daging babi saat dikirim ke luar (Kalimantan, NTT dan Jawa) dibandrol Rp120 ribu per kilo,” ucapanya.

Baca Juga :  Membaur dengan Gen Z, Sekda Dewa Indra Ikuti Gerakan Tanam 1.000 Bibit Mangrove

Jika, di Bali naik Rp40 ribu per kilo, tidak mempengaruhi harga di luar. Apalagi babi Bali diminati dari luar yang saat ini dikirim ke Sulawesi, dan akan menjadi rebutan bagi konsumen daging babi dari daerah luar, yang sangat perlu perhatian agar harga pokok produksi peternak dinaikkan.

“Kalau tidak kita proteksi peternak sekarang, akan sangat bahaya. Apalagi salah satu penyebab harga pokok produksi meningkatkan karena harga pakan babi yang melonjak, karena 75 persen pakan babi menentukan nilai jual daging babi,” katanya. (ads/bpn)

Dapatkan berita terbaru dari Baliportalnews.com di Google News