Pawai Ogoh-ogoh
Pawai ogoh-ogoh beberapa tahun yang lalu sebelum pandemi Covid-19. Sumber Foto : Istimewa

BALIPORTALNEWS.COM, BADUNG – Tradisi Ngerupuk adalah hari yang jatuh pada “Tilem Sasih Kesanga” (bulan mati yang ke-9) sehari sebelum Hari Nyepi menurut tanggalan Bali, umat Hindu melaksanakan upacara Bhuta Yadnya di segala tingkatan masyarakat, mulai dari masing-masing keluarga, banjar, desa, kecamatan dan seterusnya, dengan mengambil salah satu dari jenis-jenis caru (semacam sesajian) menurut kemampuannya.

Mecaru diikuti oleh upacara pengerupukan, yaitu menyebar-nyebar nasi tawur, mengobori-obori rumah dan seluruh pekarangan, menyemburi rumah dan pekarangan dengan mesiu, serta memukul benda-benda apa saja (biasanya kentongan) hingga bersuara ramai/gaduh. Tahapan ini dilakukan untuk mengusir Buta Kala dari lingkungan rumah, pekarangan, dan lingkungan sekitar.

Baca Juga :  Karya IBTK 2024 Disineb, Dipuput Enam Sulinggih

Khusus di Bali, pengerupukan biasanya dimeriahkan dengan pawai ogoh-ogoh yang merupakan perwujudan Buta Kala yang diarak keliling lingkungan, dan kemudian dibakar. Tujuannya sama yaitu mengusir Buta Kala dari lingkungan sekitar.

Dan saat ini pula bertepatan saat sandikala saat pergantian antara siang dan malam, diadakan upacara mecaru dengan tujuan mengusir dan memberi sesajen/suguhan kepada para bhuta untuk kembali ketempat asalnya dan tidak mengganggu kehidupan manusia, setelah selesai upacara mecaru di rumah-rumah dan tingkat desa, kegiatan yang dilakukan saat menjelang pergantian Tahun Bali Caka biasanya sekitar bulan Maret Masehi dan selanjutnya akan dirangkai dengan pawai ogoh-ogoh.

Baca Juga :  GOW Jembrana Ngayah Rejang Renteng, Serangkaian Karya Ida Bhatara Turun Kabeh Pura Besakih

Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali dan Majelis Desa Adat Provinsi Bali telah mengeluarkan Surat Edaran bersama terkait rangkaian hari raya Nyepi Tahun Caka 1943 yang bertepatan dengan tahun 2021 Masehi di Bali.

Perayaan pawai ogoh-ogoh saat malam pengerupukan dalam rangkaian Nyepi tahun 2021 kembali ditiadakan. Peniadaan ini dilakukan karena saat ini pandemi Covid-19 yang belum mereda.

Apalagi saat pengarakan ogoh-ogoh akan menimbulkan keramaian. Namun karena adanya himbauan tetap di rumah, kini pawai ogoh-ogoh tidak berlangsung saat pengerupukan. Mari kita berdoa bersama agar pandemi Covid-19 segera selesai dan seluruh aktivitas kita termasuk aktivitas ritual keagamaan bisa dilaksanakan dengan normal seperti sedia kala. (Anak Agung Sri Anggreni, S.Pd.H, Penyuluh Agama Hindu Kecamatan Mengwi, Badung)

Dapatkan berita terbaru dari Baliportalnews.com di Google News