Abu Bakar Ba’asyir
Kiri, Abu Bakar Ba'asyir. Kanan, Tragedi Bom Bali. Sumber Foto : Istimewa

BALIPORTALNEWS.COM, DENPASAR – Pasca dibebaskannya salah satu terpidana Bom Bali, Abu Bakar Ba’asyir memunculkan beberapa spekulasi baru di tengah–tengah masyarakat, khususnya masyarakat Bali yang menjadi korban dari kebiadaban aksi terorisme Bom Bali yang menelan banyak korban jiwa tersebut.

Seperti yang diketahui, terpidana kasus Bom Bali tersebut dipastikan telah menghirup udara bebas dari Lapas Gunung Sindur, Jawa Barat, pada Jumat pagi (8/1/2021). Sebelum dinyatakan bebas murni, Abu Bakar Ba’asyir sempat akan dibebaskan pada Januari 2019 lalu oleh Pemerintah Indonesia dengan program pembebasan bersyarat sebagai alasan kemanusiaan.

Baca Juga :  Masyarakat Banjar Tengah Peguyangan Antusias Ikuti Bank Sampah

Dalam program itu, Abu Bakar Ba’asyir diharuskan untuk menandatangi dokumen yang berisikan untuk setia pada Pancasila dan NKRI yang menjadi syarat pembebasannya, namun rencana pembebasan tersebut dibatalkan, karena Abu Bakar Ba’asyir tidak mau menandatangani dokumen tersebut.

Beberapa fakta dari perjalanan kasusnya. Abu Bakar Ba’asyir ditangkap di Ciamis, Jawa Barat, pada 9 Agustus 2010. Dia divonis 15 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakara Selatan pada 2011.

Saat itu, Abu Bakar Ba’asyir yang merupakan Pimpinan Pondok Pesantren Al-Mukmin tersebut terbukti bersalah yang dengan sengaja menggerakan orang lain untuk menggalang dana guna mendukung tindakan terorismenya.

Selain itu, dia juga pernah ditangkap atas tuduhan penghasutan yang dalam kasus tersebut, Abu Bakar Ba’asyir terbukti bersalah setelah melakukan penghasutan, serta melarang santri–santrinya untuk tidak melakukan penghormatan kepada Bendera Merah Putih dan menyebutnya sebagai perbuatan Syirik.

Dapatkan berita terbaru dari Baliportalnews.com di Google News