Isu
Akhir Tahun, KMHDI Soroti Tiga Isu Mulai Pelemahan Demokrasi, Krisis Iklim, hingga Rendahnya Akses Pendidikan. Sumber Foto : Istimewa

BALIPORTALNEWS.COM, DENPASAR – Mengakhiri tahun 2023, Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI) mengeluarkan kajian dalam bentuk ‘Catatan Akhir Tahun 2023 KMHDI’. Dalam Kajian ini KMHDI menyoroti soal pelemahan demokrasi, krisis iklim, sampai rendahnya akses pendidikan.

Ketua Umum PP KMHDI, I Wayan Darmawan mengatakan sepanjang 2023 kondisi  Indonesia  tidaklah  baik-baik  saja.  Sejumlah peristiwa  yang  muncul memperlihatkan  Indonesia  tengah  menghadapi  sejumlah  persoalan  mendasar yang  jika  tidak  segera diselesaikan  akan  membawa  dampak  buruk  bagi  perkembangan  bangsa  dan  negara.

Dalam sektor demokrasi, Darmawan mengatakan KMHDI menyoroti terjadinya regresi demokrasi yang ditandai dengan upaya pelemahan institusi-institusi demokrasi seperti mahkamah konstitusi, KPK, dan media. Disamping itu, ia juga menyoroti fenomena menyeruaknya dinasti politik.

“Seperti kita ketahui  bersama,  Pemilu  2024  dimulai  dengan  proses  intervensi  lembaga  kehakiman  yang  membuat  anak pertama  Presiden  Joko  Widodo, Gibran  Rakabuming  Raka  mendapati  karpet  merah  untuk  lolos  sebagai calon  wakil  presiden,” terangnya, Minggu (31/12/2023).

Baca Juga :  Kunjungi PMI, Grup Astra Bali Jalin Silaturahmi dan Pengembangan Program

Seiring dengan pelemahan demokrasi, Darmawan juga menyoroti penegakan hukum Indonesia yang cenderung mengalami stagnasi. Ia mengatakan munculnya gerakan di media sosial seperti #noviralnojustice dan #percumalaporpolisi adalah bentuk lemahnya sistem penegakan hukum Indonesia.

“Terlebih citra penegakan hukum kita dicoreng dengan kasus pemerasan Ketua KPK, kasus SYL, Hakim Agung Gazalba Saleh, dan Johny G Plate,” terangnya.

Sementara itu, dalam sektor lingkungan Darmawan mengatakan kegagalan negara  dalam  mencegah kebakaran hutan dan lahan sepanjang tahun 2023, telah menyebabkan  ratusan  hektar hutan dan lahan terbakar sehingga menyebabkan ratusan ribu  masyarakat rentan  terkena  gangguan  pernapasan.

“Bahkan sebagian dari mereka juga harus tersingkir dari ruang hidupnya. Tidak hanya itu, kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Indonesia juga berkontribusi bagi krisis iklim yang tengah melanda dunia,” terangnya.

Darmawan menjelaskan krisis iklim telah menyebabkan bencana seperti banjir, tanah lonsor, kekeringan, kelangkaan air, naiknya permukaan air laut, pencairan es kutub, dan badai dashyat serta penurunan keanekaragaman terjadi hayati.

“Bencana ini telah menimbulkan krisis multidimensional seperti contoh kekeringan dan kelangkaan air bersih akan turut menghasilkan krisis pangan yang ditandai dengan  terbatasnya  pasokan  pangan di pasar lantaran gagal  panen,” terangnya.

Sementara itu, dalam sektor pendidikan tambah Darmawan, alokasi  20  persen  anggaran  pendidikan belum berkorelasi langsung  terhadap  peningkatan  kualitas sumber setiap  tahunya  masih daya  manusia  Indonesia.

Baca Juga :  MK Tolak Gugatan Pilpres, De Gadjah : Sudah Kehendak Rakyat

Mengutip Survei berkala yang dilakukan Program For Internasional Student Assesment (PISA) yang dirilis OECD terus menunjukan posisi memprihatinkan Indonesia di lapangan Pendidikan.

Disamping itu, mahalnya biaya pendidikan tinggi juga menjadi problem yang belum terselesaikan. Hal ini membuat pendidikan tinggi sangat sulit diakses oleh masyarakat. Pendidikan bukan lagi untuk kepentingan public namun untuk kepentingan orang yang hanya bisa mengakses.

Darmawan menjelaskan kendatipun masih terdapat sejumlah persoalan yang dialami, terdapat harapan bahwa pada tahun depan persoalan-persoalan tersebut dapat segera diseesaikan. Terlebih pada tahun depan akan terjadi pergantian kepemimpinan nasional dan daerah.

“Kita berharap dengan terpilihnya pemimpin baru, persoalan-persoalan mendasar tersebut dapat segera diselesaikan,” terangnya.(bpn)

Dapatkan berita terbaru dari Baliportalnews.com di Google News