Wali Kota Jaya Negara
Wali Kota Denpasar, I Gusti Ngurah Jaya Negara saat menjadi Keynote Speaker pada Seminar Nasional Bahasa, Sastra dan Budaya yang digelar Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Udayana di Auditorium Widya Sabha, Prof. Dr. Ida Bagus Mantra, Kampus FIB Unud, Kamis (1/9/2022). Sumber Foto : Istimewa

BALIPORTALNEWS.COM, DENPASAR – Wali Kota Denpasar, I Gusti Ngurah Jaya Negara didaulat menjadi Keynote Speaker pada Seminar Nasional Bahasa, Sastra dan Budaya yang digelar Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Udayana di Auditorium Widya Sabha, Prof. Dr. Ida Bagus Mantra, Kampus FIB Unud, Kamis (1/9/202). Dalam kesempatan tersebut Wali Kota Jaya Negara turut membawakan materi bertajuk ‘Resolusi Konflik Dalam Persepektif Sastra dan Budaya’.

Hadir dalam kesempatan tersebut Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan Unud, Prof. Ir Ngakan Putu Gede Suardana, MT, P.hd, IPU, Dekan FIB Unud, Dr. Made Sri Satyawati, SS., M.Hum., serta undangan lainnya.

Dalam kesempatan tersebut Wali Kota Jaya Negara turut menandatangani Prasasti Penetapan Kampus Fakultas Ilmu Budaya Unud sebagai Cagar Budaya Kota Denpasar. Hal ini melanjutkan sejarah Kampus FIB yang awal berdirinya ditetapkan oleh Presiden Pertama RI, Ir. Soekarno dan menjadi lokasi perumusan Hari Lahir Kota Denpasar.

Dalam pemaparannya, Wali Kota Denpasar, I Gusti Ngurah Jaya Negara menjelaskan, situasi saat ini membawa manajemen pemerintahan ke dalam situasi Volatility, Uncertainty, Complexity dan Ambiguity (VUCA). Hal ini diakibatkan oleh tiga Disruption, mulai dari Digital Disruption, Millenial Disruption dan Covid-19 Disruption.

Baca Juga :  Tinggi Suara Tak Sah Saat Pemilu 2024 di Bali, KPU Bali Akan Lakukan Evaluasi

“Kondisi yang serba tidak menentu, berubah dengan cepat memerlukan fleksibilitas serta pehamanan, sehingga mampu mendukung terciptanya pelayanan yang optimal bagi masyarakat,” katanya.

Lebih lanjut dikatakan, pelaksanaan Seminar Nasional Bahasa, Sastra dan Budaya dengan tema Santa Smreti ini sejalan dengan visi kota kreatif berbasis budaya menuju Denpasar Maju. Dimana secara khusus berkaitan dengan misi penguatan jati diri dan pemberdayaan masyarakat berlandaskan kebudayaan Bali.

Hal ini kata Jaya Negara dibentengi dengan Sabha Upadesa yang merupakan lembaga kemasyarakatan dengan memadukan unsur Perbekel/Lurah, Bendega, Desa Adat, dan Subak dalam mengajegkan Tri Hita Karana di Kota Denpasar. Sehingga peran Sabha Upadesa sangat strategis dalam menyelesaikan permasalahan/konflik secara maksimal.

Selain itu, dengan adanya Sabha Upadesa, diharapkan mampu memperkokoh sinergitas dan kolaborasi pemerintah dengan lembaga sosial kemasyarakatan, sehingga konflik-konflik sosial dapat dicegah dan diselesaikan dengan arif dan bijaksana berdasarkan semangat nilai kearifan lokal.

“Nilai kearifan lokal seperti spirit Weda Wakya ‘Vasudhaiva Khutumbakam’ dapat diartikan kita semua bersaudara (menyama braya). Visi misi Kota Denpasar digerakkan oleh spirit itu, yang mengandung makna dalam kehidupan ini kita semua bersaudara. Semua sektor kehidupan harus diselesaikan dengan paras paros sarpanaya, salunglung sabayantaka,” jelasnya.

Dekan FIB Unud, Dr. Made Sri Satyawati, SS, M.Hum didampingi Ketua Panitia, Dr. Dra. Luh Putu Puspawati, M.Hum mengatakan, Seminar Nasional Bahasa, Sastra dan Budaya merupakan agenda akademis tahunan yang bertujuan untuk memberikan mimbar bagi para akademisi, peneliti, mahasiswa, guru dan masyarakat. Sehingga diharapkan mampu menghilirisasi sari-sari pemikiran yang diperas melalui berbagai kajian, mulai dari bahasa, sastra dan budaya.

Baca Juga :  Tingkatkan Kemahiran Berbahasa Indonesia ASN Pemprov Bali, Sekda Dewa Indra Buka Sosialisasi Pengutamaan Bahasa Negara

Lebih lanjut dijelaskan, kegiatan tahun ini dilaksanakan dengan tema Santa Smreti yang mengandung makna ‘menelisik potensi bahasa, sastra dan budaya sebagai resolusi konflik’. Hal ini menjadi spirit kegiatan untuk merespon situasi konflik kemanusiaan yang terjadi di beberapa negara.

“Kita berharap bidang humaniora terutama bahasa, sastra dan budaya yang kita tekuni dapat menjadi instrumen baru meresolusi konflik yang terjadi, karena bidang humaniora merupakan tumpuan bersama untuk mencapai harmoni,” ujarnya.

Sri Satyawati menambahkan, kegiatan yang dilaksanakan satu hari ini diikuti oleh 67 pembicara dari berbagai wilayah. Seperti halnya Wali Kota Denpasar, I Gusti Ngurah Jaya Negara, Dosen Universitas Sebelas Maret, dr. Dwi Susanto. Serta Prof. Dr. I wayan Pastika, Dr. I Ketut Sudewa dan Dr. Ida Bagus Putra sebagai pembicara utama.

“Harapan kami tentu seminar nasional ini menjadi langkah baik untuk bangkitnya tradisi akademis dalam bidang bahasa, sastra dan budaya,” jelasnya.(bpn)

Dapatkan berita terbaru dari Baliportalnews.com di Google News