Dosen
Meningkatkan Pengetahuan dan Minat Dosen terhadap HKI, Pascasarjana Unud Gelar Workshop. Sumber Foto : Istimewa

BALIPORTALNEWS.COM, DENPASAR – Untuk meningkatkan pengetahuan dan minat dosen terhadap HKI, Pascasarjana Universitas Udayana mengadakan kegiatan Workshop HKI “Prosedur Pendaftaran dan Contoh HKI Produk Akademik”. Pemateri pada acara ini adalah Prof. Dr. Ni Ketut Supasti Dharmawan, SH.,M.Hum.,LLM dan Dr. Pande Gde Sasmita Julyantoro, S.Si., M.Si. Acara yang berlangsung Secara hybrid pada Kamis (28/4/2022).

Kegiatan ini ditujukan untuk seluruh dosen dan mahasiswa Universitas Udayana yang pernah menulis buku, membuat program maupun desain yang dapat diajukan untuk mendapatkan HKI serta dosen-dosen Universitas Udayana yang sedang mengakses hibah eksternal yang mensyaratkan luaran berupa HKI.

Acara dibuka oleh Direktur Pascasarjana Dalam sambutannya beliau menyampaikan bahwasannya workshop ini bertujuan agar dosen dapat memperoleh wawasan lebih jauh tentang HKI (Hak Kekayaan Intelektual) sehingga harapannya karya-karya dari dosen juga dapat dipatenkan.

Sebagai pemateri, Prof. Dr. Ni Ketut Supasti Dharmawan, SH., M.Hum., LLM., mengatakan HKI adalah hak yang timbul atas KI hasil oleh pikir manusia yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia. Lebih lanjut beliau menjelaskan bahwa Invensi/temuan yang layak paten harus bersifat baru, mengandung langkah inventive dan dapat diterapkan dalam bidang industri. HKI terbagi menjadi dua, yakni Hak Cipta  & Hak terkait dan Hak Kekayaan Industri. Hak Cipta dapat berupa karya tulis, jurnal, lagu, drama dan software komputer. Sedangkan Hak Kekayaan Industri terbagi menjadi lima diantaranya rahasia dagang, desain industry, desai tata letak sirkuit terpadu, merek dan paten.

Baca Juga :  Denpasar Jadi Calon Percontohan Kota Antikorupsi KPK RI, Wujud Apresiasi dan Kepercayaan Atas Komitmen Pencegahan Korupsi

“Sebagai contoh Hak Kekayaan Industri  dalam bidang elektronika berupa desain sirkuit elektronika ataupun hak merek tentang logo suatu perusahaan,” pungkasnya.

Dr. Pande Gde Sasmita Julyantoro, S.Si., M.Si menjelaskan HKI adalah deklaratif atau hak cipta tidak mewajibkan pengajuan permohonan dan lahirnya hak eksklusif sejak diumumkan oleh pencipta/pemegang/pemilik) dan konstitutif atau hak kekayaan industri (mewajibkan pengajuan pemohon dan lahirnya hak eksklusif sejak tanggal penerimaan. Suatu teknologi, apabila sudah dipublikasi, maka patennya hilang.

“Paling baik untuk mendaftarkan paten adalah bersamaan dengan publikasi. Setelah ada publikasi, 6 bulan untuk mendaftarkan paten. Paten bersifat teritorial, sehingga jika tidak didaftarkan di Dirjen HKI, berarti belum di dipatenkan. Hal itu dapat dicek http://www.dgip.go.id/,” terangnya.

Pada waktu pemberian paten dilakukan dengan cara cross check dengan database paten di seluruh dunia. Lebih jauh, pemateri menjelaskan tentang paten. Syarat pemberian paten adalah memiliki kebaruan, inventif, dan dapat diterapkan dalam industri. Selain itu Paten memiliki biaya pemeliharaan yang apabila tidak dibayar, maka akan dikenakan denda/ hutang oleh negara. Grace period paten adalah 3 tahun dan apabila di tahun keempat tidak dibayar, maka pemohon dianggap sudah meninggal dan ditagih hutang oleh negara. Masa perlindungan hak cipta adalah seumur hidup + 50 tahun. Strategi mendapatkan paten: menghasilkan sebuah invensi, mengetahui invensi, memiliki patenabilitas, menulis invensi sesuai dengan format/standar dokumen paten dan melakukan prosedur paten. (unud.ac.id/bpn)

Dapatkan berita terbaru dari Baliportalnews.com di Google News