Ia menilai, kedua regulasi ini saling berkaitan. Jika Pergub 97/2018 bisa dilaksanakan dengan optimal, otomatis jumlah timbulan sampah plastik akan berkurang dan hal itu akan mempermudah penanganan sampah berbasis sumber di tingkat desa/kelurahan dan desa adat.
Khusus terkait implementasi Keputusan Gubernur Nomor 381/03-P/HK/2021, kepala desa, lurah dan bendesa adat adalah ujung tombak pengelolaan sampah berbasis sumber. Ia mendorong seluruh desa di Bali bisa mengikuti pola pengelolaan sampah berbasis sumber yang sudah berhasil diterapkan di desa percontohan, salah satunya Desa Punggul.
Ny. Putri Koster berharap, tahun ini seluruh kepala desa di Bali sudah punya pola pengelolaan sampah berbasis sumber. Melihat dari apa yang dilaksanakan di Punggul, perempuan multi talenta ini menyampaikan bahwa tempat pengolahan sampah desa tak membutuhkan lahan luas.
“Saya kira semua desa bisa melaksanakan, tentunya dengan dukungan sistem yang tepat agar tak menimbulkan persoalan baru seperti bau,” imbuhnya sembari menyebut terobosan Desa Punggul sebagai bukti kecerdasan orang Bali. Ia berangan-angan, Bali punya satu nama sistem pengolahan sampah seperti istilah Subak dalam sistem pengairan tradisional yang sudah mendunia.
Untuk menyukseskan kebijakan ini, ia mengajak jajaran TP PKK mulai dari tingkat provinsi hingga desa mengambil peran aktif. Pada prinsipnya, Ny. Putri Koster menambahkan, TP PKK merupakan partner pemerintah dalam melaksanakan dan menyukseskan berbagai program pembangunan. Kerena jabatan Ketua TP PKK di setiap jenjang adalah ex officio, mengikuti jabatan suami sebagai pimpinan wilayah.
“Suami istri itu ibarat kepak sayap. Suaminya, dalam hal ini pimpinan wilayah membuat suatu kebijakan, istri harus mendukung sesuai dengan perannya. Kita PKK lebih banyak mengambil peran di edukasi dan sosialisasi, tapi kader di tingkat desa, mereka langsung bersentuhan dengan keluarga,” urainya.