Teroris Online
Ilustrasi. Online Terrorist, Propaganda, Recruitment, and Radicalization. Sumber Foto : Istimewa

Di sisi lain, upaya yang dilakukan pemerintah, mulai dari penghapusan konten dan situs yang mengandung paham tersebut, dianggap kurang efektif. Sebab pertumbuhan konten yang mengandung terorisme tersebut tumbuh sangat pesat di internet.

“Kominfo memang sudah menghapus (take down) situs–situs yang menyebarkan paham radikal. Tapi satu diturunkan, bisa muncul lagi ratusan situs dalam waktu yang cepat,” jelas Stanislaus, seperti yang dikutip dari VOAIndonesia.com.

Dalam hal ini, pemerintah harus dapat mengajak masyarakat, khususnya generasi milenial untuk menggarap konten tandingan di internet. Misalkan, konten tentang Pancasila dan Nasionalisme yang dibuat sedemikian rupa, agar mampu menarik generasi remaja sehigga tidak mudah terpapar paham radikalisme.

Untuk dapat diketahui, sebagian besar mereka yang terpapar paham tersebut, kebanyakan karena mengalami persoalan di keluarga. Untuk itu, perlu dilakukan penguatan juga di tingkat keluarga, dalam melakukan deteksi awal terorisme di tingkatan terkecil.

Baca Juga :  “Energi Untuk Negeri” Penerima Beasiswa Bank Indonesia Tahun 2024, Wujud Semangat Masa Depan SDM Unggul di Bali

“Jadi ketika mereka bermasalah, mereka mendapatkan sesuatu di internet. Di usia mereka yang muda, mereka membutuhkan nilai dan eksistensi,” tambah Stanislaus.

Sehingga deteksi awal dari tingkatan terkecil, serta upaya pemerintah untuk melibatkan kaum milenial dalam melawan hal tersebut, menjadi hal utama yang harus dilakukan untuk menarik generasi muda Indonesia dari paparan radikalisme.

Dapatkan berita terbaru dari Baliportalnews.com di Google News