UGM
Pembangunan IKN Perlu Perhatikan Kelestarian Ekosistem. Sumber Foto : Istimewa

BALIPORTALNEWS.COM, YOGYAKARTA – Pemerintah telah menetapkan pemindahan ibu kota negara (IKN) ke Kalimantan Timur. Pembangunan IKN nantinya memunculkan kekhawatiran tentang kelestarian keanekaragaman hayati didalamnya. Tata bangunan dan tata kelola kawasan IKN diharapkan bisa menyesuaikan dengan ekosistem kawasan sehingga daya dukung lingkungan tidak terlampaui.

Hal tersebut mengemuka dalam Seminar Nasional bertajuk Kontribusi Biologi dalam Pembangunan Ibu Kota Nusantara Berkelanjutan, Rabu (10/8/2022) di Balai Senat UGM. Dalam kegiatan itu menghadirkan Koordinator Tim Ahli Tim Transisi Otorita Ibu Kota Negara, Dr. Ir. Wicaksono Sarosa dan Ketua Dewan Guru Besar UGM, Prof. Dr. Ir. Moch Maksum., M.Sc.

Wicaksono menyampaikan pemindahan IKN ke Kalimantan Timur didasarkan pada keinginan untuk membangun ibu kota dengan identitas nasional serta mengubah paradigma pembangunan dari Jawa sentris menjadi Indonesia sentris. IKN dibangun dengan visi Kota Dunia Untuk Semua yang berarti tidak hanya untuk manusia, tetapi juga untuk alam. Sementara misinya salah satunya untuk menciptakan kota yang berkelanjutan.

Prinsip dasar pembangunan IKN memadukan konsep forest city, smart city, dan sponge city yang artinya IKN akan menjadi kota cerdas yang berkelanjutan. IKN dibangun dan dikembangkan agar selaras dengan alam yang menjadi salah satu prinsip 24 KPI IKN.

“Dalam prinsip tersebut, terdapat 3 KPI yang salah satunya daalah komitmen IKN untuk menjaga kawasan hutan dengan menetapkan 75% dari luas IKN sebesar 256.000 hektar dipertahankan sebagai ruang hijau dengan rincian 65% adalah kawasan lindung dan 10% kawasan produksi pangan,”paparnya.

Dalam pengembangan IKN sebagai forest city, lanjutnya, terdapat prinsip-prinsip yang ditetapkan yakni nol deforestasi, konservasi kenaekaragaman hayati, pengelolaan hutan berkelanjutan, peningkatan stok karbon, pelibatan masyarakat adat dan lokal, serta perbaikan tata kelola dan tata guna lahan. Penetapan 75% kawasan hutan yang dipertahankan sebagai kawasan lindung di IKN akan menjadi tantangan tersendiri dalam pembangunan yang dijawab dengan konsep compact city yakni sebuah kota yang memaksimalkan kepadatan dan lahan yang kompak agar tidak melebar ke kawasan pinggiran yang akan membabat hutan lebih banyak.

Baca Juga :  Pemerintah Berikan Insentif PPnBM Kendaraan Bermotor Listrik

“Koridor satwa juga akan dibangun seluas 30.000 hektar di WP IKN Utara serta restorasi area-area yang terdegradasi dan hutan dengan persemaian sekla besar di Mentawir,”urainya.

Wicaksono menyebutkan konsep compact city akan mendukung perwujudan konsep forest city. Dengan lahan yang kompak perjalanan akan lebih efektif dan 80% mobilitas di dalam IKN ditekankan pada angkutan umum. Semua kendaraan baik umum maupun pribadi akan memakai sumber energi terbarukan terutama tenaga surya.

Namun demikian Wicaksono mengatakan ada tantangan terkait konsep sponge city atau meminimalkan limpasan permukaan dan lebih banyak menyerap air ke dalam tanah. Jenis tanah di IKN didominasi tanah clay shale dengan daya dukung rendah. Tanah tersebut sangat keras pada kondisi tertutup, tetapi akan berubah drastis dan menjadi lapuk jika ada kontak dengan air dan udara. Selain itu tanah tersebut sangat tidak stabil pada lahan dengan kemiringan yang cukup tinggi. Tanah jenis ini memiliki tingkat kesuburan rendah dan menjadi tantangan tersendiri dalam upaya restorasi hutan dan pembangunan kawasan budidaya pangan.

Baca Juga :  Pebalap Bertalenta Astra Honda Siap Banggakan Indonesia di ARRC Buriram

“Tantangan-tantangan ini perlu dijawab sekaligus menjadi peluang bagi para ahli biologi di Indonesia untuk berkontribusi dalam pembangunan IKN,” tegasnya.

Prof. Moch Maksum menekankan bahwa dalam setiap pembangunan kawasan harus mengarah pada tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs Goals).

“Apapun sentuhan pembangunan kawasan berujung pada SDGs,” tuturnya.

Tak hanya itu, pembangunan kawasan seyogianya memperhatikan keseimbangan sistem sosiokultural dengan lingkunganya. Hal tersebut mulai dari tata nilai, sistem sosial kelembagaan, sistem artefak, dan sistem non manusia atau biologi.

“Kenapa ulin dan gaharu semakin langka? Karena masyarakat melihatnya pasarnya itu ada di sana  dan ini jadi tantangan bagi teman biologi bagaimana melakukan domestikasi dan pengembangan lebih baik,” katanya.

Lebih lanjut ia mengatakan dalam setiap pembangunan sebaiknya memerhatikan aspek sosial, fisik, ekologi, teknik, ekonomi, budaya, politik, dan kelembagaan. Unsur-unsur tersebut memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap tatanan sistem di sekitar.

“Jadi harus hati-hati menyentuhnya karena bahaya. Dari pengalaman karena abai dengan ini banyak program pembangunan yang gagal sehingga di Kaltim nantinya potensinya harus disesuaikan,” paparnya.

Baca Juga :  Raih Podium Tertinggi, Pebalap Astra Honda Lanjutkan Kejayaan di Asia Talent Cup Qatar

Sementara Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Pengajaran, Prof. Dr. Wening Udasmoro, S.S., M.Hum., DEA., megatakan bahwa pembangunan IKN membawa banyak tantangan terkait ekosistem dan sumber alam yang merupakan sosial kapital Indonesia. Karenanya mempertahankan ekologi dan aspek-aspeknya merupakan hal yang harus dilakukan. Dalam hal ini disiplin ilmu biologi menjadi sangat penting untuk mengawal pembangunan IKN yang ramah bagi alam dan juga masyarakat sekitar. Ia berharap melalui seminar ini bisa diperoleh masukan maupun gagasan dalam mengurai persoalan pembangunan IKN dan tetap menjaga kelestarian keanekargaman hayati setempat.

Dekan Fakultas Biologi UGM, Prof. Dr. Budi Setiadi Daryono., M.Agr.Sc., mengatakan perpindahan ibu kota negara ke Kalimantan merupakan salah satu langkah pemerintah Indonesia untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang lebih baik. Namun disisi lain pembangunan IKN akan menyebabkan perubahan terhadap keanekaragaman hayati di lokasi tersebut. Oleh karena itu pembangunan IKN harus tetap memperhatikan kelestarian ekosistem dan bersifat berkelanjutan.

Biologi sebagai pusat dan sumber Ilmu Hayati dikatakan Budi merasa berkewajiban untuk turut berkontribusi dalam pembangunan IKN khususnya terkait kelestarian keanekaragaman hayati. Menurutnya, IKN harus mampu menjadi pusat pemerintahan yang kondusif serta memiliki tata kelola yang baik dan berorientasi SDGs. Selain itu mampu menjadi percontohan bahwa pusat pemerintahan tidak hanya tentang gedung berteknologi canggih, infrastruktur mumpuni namun juga harus lestari dan tidak menghabsisi keanekaragaman asli.(bpn)

Dapatkan berita terbaru dari Baliportalnews.com di Google News