Mantan Rektor
Terkait Kasus yang Menyeret Mantan Rektor Unud, Tim Kuasa Hukum Unud Sampaikan Ini. Sumber Foto : ads/bpn

BALIPORTALNEWS.COM, BADUNG – Dihadapan awak media, tim juru bicara yang diketuai oleh Senja Pratiwi menggelar jumpa pers terkait Kasus Hukum Sengketa Aset Milik Universitas Udayana yang menyeret mantan Rektor Unud MB, langsung menghadirkan tim kuasa hukum universitas Udayana bertempat di gedung rektorat Unud Jimbaran, Selasa (12/4/2022).

Dalam kesempatan tersebut, tim kuasa hukum dan tim ahli hukum unud yang terdiri dari, Dr. Putu Gede Arya Sumertha Yasa, SH., Dr. I Nyoman Suyatna, SH., Dr. I Nyoman Sukandia, SH., I Nyoman Darmada, SH., MH serta I Nyoman Putra, SH., menyampaikan kronologi awal Kronologis Kasus Hukum Terkait Sengketa Aset Milik Universitas Udayana yang dibacakan oleh ketua tim juru bicara unud Senja Pratiwi.

Terungkap bahwa, Sekitar tahun 2011, tepatnya ketika Prof. Dr. dr I Made Bakta, SpPD berkedudukan sebagai Rektor Universitas Udayana, ada surat pemberitahuan dari Pengadilan Negeri Denpasar, yang menerangkan bahwa Ni Kepreg (Istri almarhum I Pulir) dan Nyoman Suastika (Putra dari Ni Kepreg dan Almarhum 1 Pulir) Keduanya disebut Penggugat mengajukan surat gugatan kepada Universitas Udayana (Tergugat) dengan obyek sengketa berupa satu bidang Tanah seluas 2,7 Ha, yang diklaim sebagai harta warisan dari milik Penggugat yang berasal dari Kakeknya atas nama I Rimpuh ayah Kandung dari I PULIR

Bahwa obyek sengketa berupa tanah dengan luas 2,7 Ha. sejatinya merupakan aset yang dikuasai oleh negara (dalam hal ini Kementerian Keuangan Republik Indonesia) karena biaya pembebasannya dilakukan dengan anggaran yang dikeluarkan oleh negara melalui APBN. Berdasarkan hal tersebut, ada konsekuensi bagi Universitas Udayana untuk menjaga aset dari gangguan-gangguan pihak lain. Guna menghindari adanya kerugian bagi negara akibat gugatan yang diajukan oleh pihak Penggugat, maka Prof. Dr. dr I Made Bakta, SpPD sebagai Rektor Universitas Udayana kala itu telah memberikan surat kuasa Kepada Tim Hukum Universitas Udayana (Ida Bagus Rai Djaya SH., MH., sebagai ketua tim untuk menghadapi gugatan sebagaimana dimaksud.

Setelah proses persidangan berjalan pada Pengadilan Negeri Denpasar, maka sengketa antara Ni Kepreg dan Nyoman Suastika sebagai Penggugat dengan Universitas Udayana sebagai Tergugat telah diputus pada tanggal 18 Juni 2012 dengan isi putusan yang menyatakan bahwa “Gugatan Penggugat Ditolak”. Kemudian, pada tanggal 12 Desember 2012, oleh Pengadilan Tinggi Denpasar dengan putusannya kembali menguatkan putusan Pengadilan Negeri Denpasar, dengan penggalan uraian sebagai berikut: Dasar pertimbangan Pengadilan Tingi dan Pengadilan Negeri adalah mendasarkan pada pertimbangan bahwa I Pulir selaku ahli waris dari I Rempuh, telah menerima ganti kenugian dengan baik dihadapan panitia pembebasan tanah untuk kepentingan Peningkatan pengembangan Pergunuan Tingi Universitas Udayana, yang diselenggcnakan pada tahun 1982-1983 dan telah dibentuk Tim Khusus oleh Pemerintah Provinsi Bali, secara kolektif dan kolegial, serta pemberian ganti kenugian dilakukan secara bersama sama terhadap semua petani dan diselenggarakan di Kantor Kelurahan Jimbaran Kecamatan Kuta, dan salah satunya dari puluhan petani yang mendapatkan santi kaugian pada waktu itu yakni di tahun 1982-1983 tocatat atas nama I Pulir, (ayah Penggugat Nyoman Suastika, Suami Penggugat NiKepeg) dan belakangan diketahui bahwa ditahun 2002 I Pulir tersebut telah meninggal dunia. Jadi dalam rentang waktu1982-1983 hingga sampai tahun 2002 pasca menerima ganti kaugian almarhum bahwa almarhum I Pulir tidak pernah menyampaikan keberatan apapun dan kepada siapapun atau dengan kata lain, perihal pemberian ganti kerugian tersebut sama sekali tidak ada masalah

Akan tetapi justru setelah I Pulir meninggal dunia baru ada persoalan muncul dan dipersoalkan oleh anaknya (Nyoman SuastIka) dengan alasan bahwa yang bersangkutan tidak pernah membebaskan tanah yang kini dikuasai oleh Universitas Udayana tersebut, dan perlu juga disampaikan bahwa pada saat pembebasan dan pemberian ganti kerugian dijalankan yakni di tahun 1982-1983 dirinya masih kanak kanak dan baru berumur sekitar 5 tahun.

Baca Juga :  Food, Hotel & Tourism Bali 2024 Kenalkan Beragam Arak Nusantara dan Pemecahan Rekor MURI

Pasca Putusan Pengadilan Tinggi Denpasar tertanggal 12 Desember 2012 yang menguatkan posisi negara (Universitas Udayana) sebagai pemegang kuasa atas asset seluas 2,7 Ha, oleh Nyoman Suastika (Putra dari Ni Kepereg dan Almarhum I Pulir) Penggugat melalui kuasa hukumnya mengajukan upaya hukum kasasi pada tanggal 28 Januari 2013.

Adapun dalam periode tanggal tersebut juga merupakan masa menjelang akhir masa jabatan Rektor Prof. Dr. dr. I Made Bakta, SpPD. Selanjutnya, Rektor Prof. Dr. dr. I Made Bakta, SpPD., menyerahkan kuasa tertanggal 28 Februari 2013 kepada Tim Hukum Universitas Udayana (Ida Bagus Rai Djaya SH., MH sebagai ketua tim untuk menghadapi upaya hukum kasasi yang diajukan oleh Penggugat)

Namun pihak Mahkamah Agung justru membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Denpasar dan Pengadilan Tinggi Denpasar yang menguatkan posisi negara (Universitas Udayana) sebagai pemegang kuasa atas aset seluas 2,7 Ha.

Mengingat sekitar bulan Juni Tahun 2013 jabatan Prof. Dr. dr I Made Bakta, SpPD sebagai Rektor telah berakhir, maka segala urusan yang menyangkut memperjuangkan aset tersebut di jalur hukum selanjutnya sudah tentu akan dilanjutkan oleh pejabat Rektor yang baru.

Pejabat Rektor selanjutnya ialah Prof. Dr Ketur Suastika, yang mulai bertugas sejak bulan Juni 2013—2017. Oleh Rektor Prof Dr. dr Ketut Suastika Universitas Udayana mengajukan perlawanan atas Putusan Mahkamah Agung melalui upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) pada Mahkamah Agung Republik Indonesia.

Upaya hukum Peninjauan Kembali akhimya membuahkan hasil positif bagi Universitas Udayana, dimana pada tanggal 24 Februari 2016 Mahkamah Agung secara tegas telah memutus perkara Peninjauan Kembali dan mengabulkan permohonan PK Universitas Udayana atau dengan kata lain kembali Universitas Udayana dimenangkan.

Berdasarkan Putusan PK sebagaimana dimaksud, Universitas Udayana kemudian memberikan laporan rutin kepada kementerian Ristek Dikti dan Kementrian Keuangan, serta meminta petunjuk, terkait upaya restitusi kembali (eksekusi pemulihan) terhadap aset seluas 2,7 Ha. tersebut. Upaya restitusi ini dilaksanakan akibat selama proses pemeriksaan di tingkat PK berjalan, temyata pihak Penggugat pernah melakukan permohonan eksekusi atas aset seluas 2,7 Ha berdasarkan Putusan Kasasi dan faktanya sudah pernah dilaksanakan eksekusi oleh Pengadilan Negeri Denpasar.

Pada akhimya, upaya restitusi (pemulihan hak) atau dikembalikannya aset seluas 2,7 Ha tersebut kepada Universitas Udayana sudah dijalankan pada tanggal 3 Januari 2021 Berdasarkan Penetapan Pengadilan Negełi Denpasar No.463/PDT.G/PN.Dps dan saat itu Jabatan Rektor dijabat oleh Prof Dr. dr. SUDEWI. Dalam perkembangannya, pasca Universitas Udayana dimenangkan atas penguasaan aset seluas 2,7 Ha, justru timbul permasalahan hukum baru, yakni Penyidik Bareskrim POLRI menetapkan Prof. Dr. dr. I Made Bakta, SpPD selaku mantan Rektor Universitas Udayana sebagai tersangka dengan sangkaan Mempergunakan Surat Palsu yang diawali dengan kronologi pemeriksaan sebagai berikut;

Baca Juga :  Polres Karangasem Ringkus Pelaku Pencurian Meja Besi Pemotongan Batu Tabas

Pada tanggal 23 Desember 2021 belíau dípanggil ke Bareskrim dan díperíksa sebagaí saksí atas perístiwa pembebasan tanah tersebut di tahun 1982-1983, tentu saya tidak tahu, karena tidak ikut panítia, dan baru menjabat Rektor tahun 2005.

Para anggota Panítía pembebasan lahan yang dibentuk pemeríntah Propínsi di tahun 1982- 1983 yakní baik dari Gubernur, Bupatí, Rektor, Camat, Lurah, Kanwil Kantor BPN, híngga ketíngkat paling bawah yakní Kadus tersebut juga semua sudah almarhum.

Mengenaí data pembebasan tersebut, yakní berita acara pembebasan lahan dan pemberían gantí kerugían yang di selenggarakan pada waktu ítu adalah dokumen yang menjadí pegangan Universítas Udayana, Kementrían Keuangan, Kementrían DIKBUD Rístek Díktí, DJKN, Kantor Gubernur, Kantor Bupatí dan lain lain instansi, dan termasuk BPK juga mengetahuí dokumen Negara tersebut sebagaí sumber hukum data kepemilikan yang sah dari Negara (Kementerían Keuangan).

Semua fasilitas kantor, gedung gedung semua fakultas dan gedung rektorat, semua berdiri di atas tanah yang sudah bersertifikat sebagat bukti kepemilikan yang semua bersumber dari satu satunya data valid tersebut.

Kesimpulan

Penetapan Prof. Dr. dr. I Made Bakta, SpPD sebagai Tersangka sebagaiman disangkakan dalam pasal 263 ayat 2 KUHP yakni mempergunakan surat palsu justru sangat kontradiktif, dan menimbulkan ketidakpastian hukum, oleh karena:

Tindakan beliau selaku Rektor memberikan surat kuasa kepada Tim Hukum untuk mewakili Universitas Udayana sebagai pihak TERGUGAT di depan persidangan, adalah kewajiban sebagai wujud pertanggung jawaban formal Yang melekat dalam jabatan Rektor terhadap institusi dalam penanganan kasus gugatan adalah telah sesuai dengan salah satu TUPOKSI da/lm menjalankan jabatan sebagai Rektor; dan hal tersebut sudah tenfu akan dilakukan oleh semua rektor di seluruh Indonesia bila menghadapi persoalan serupa.

Sampai Saat ini belum ada dokumen atau surat palsu Yang digunakan oleh Universitas Udayana dalam hal menunjukkan dan mempergunakan bukti formal Yang dimiliki oleh Negara (Universitas Udayana), tanpa terkecuali dokumen Surat pernyataan penyerahan hak dan pembayaran ganti kerugian Yang dimilki Universitas Udayana Yang kini disita oleh Bareskrim tersebut.

I PULIR semasa hidupnya dan pasca menerima ganti kerugian dari Negara, yakni di tahun 1982-1983 hingga meninggalnya di tahun 2002, belum pernah mempersoalkan pelihal proses ganti rugi yang difenmanya, dan tidak pernah pula melapor kalau Sidik jarinya dipalsu oleh panitia Bentukan pemerintah Provinsi tersebut, karena satu satunya orang Yang memiliki kapasifas secara hukum untuk melaporkan pemalsuan cap jempolnya adalah I PULIR seorang, dan itupun kalau dia masih hidup dan benar benar mengalami peristiwa kalau cap jempolnya di palsu.

Baca Juga :  Sambut Hari Raya Nyepi, Bandara I Gusti Ngurah Rai Hentikan Sementara Operasional

Tidak pernah ada seorang tepidana sebagai akibat adanya tindakan pemalsuan bukti yang disebutkan palsu tersebut Yang mendasarkan keputusan Pengadilan yang sudah berkekuatan Hukum Tetap.

Tidak pernah ada status hukum atas keputusan pengadilan Yang berkekuatan hukum tetap dan Yang menyatakan bahwa bukti Yang disita oleh penyidik Bareskrim tersebut adalah dipalsukan.

Tidak mungkin pula ada salah satu transaksi pelepasan ganti rugi dipalsukan, oleh karena di tahun 1982-1983 tersebut dimana pada Saat pelaksanaan pemberian ganti kerugian dilakukan secara kolektip dan kolegal, baik dari sisi panitia maupun seluruh masyarakat yang dijalankan secara bersama sama dan dibawah pengawasan Panitia yang kesemuanya adalah pejabat dari tingkat tertinggi (Gubernur) sampai pada tingkat terendah (Kepala Dusun), demikian juga terhadap I PULIR Yang sudah menerima secara baik pemberian ganti kerugian tersebut.

BUNDEL SURAT PERNYATAAN PENYERAHAN HAK MILIK ATAS TANAH DENGAN BANGUNAN SERTA TANAMAN YANG ADA Dl ATASNYA, yang dibuat dan dişelenggarakan oleh Panitia Pemerintah Provinsi Bali yakni dipergunaknn pada TAHUN 1982-1983, yang kini telah disita oleh Penyidik BARESKRIM POLRI tertanggal 17 November 2021 adalah,

“Bukti yang dibuat atau diterbitkan oleh NEGARA (Prodük Pejabat Administrasi Negara), dan untuk Kepentingan Negara (Dokumen Publik yang bukan untuk kepentingan antar privat/pribadi), dan Universitas Udayana sebagai kepanjangan tangan dari Kementrian Keuangan, telah mempergunakan Bukti itu dalam bentuk pemberian atau pembayaran ganti rugi kepada seluruh masyarakat pemilik tanah, dihadapan dan bersama sama dengan Tim panitia yang dibentuk Pemerintah Provinsi Bali; yakni mulai sejak bulan Desember tahun 1982-1983, sehingga kalau dihitung mulai sejak dipergunakan surat tersebut hingga sekarang, maka sudah berjalan sampai 39 tahun lamanya, dan sudah barang tentu telah meniadikan status DALUWARSA untuk  menuntut terhadap seseorang yang dinyatakan mempergunakan surat yang kalau memang surat tersebut benar benar palsu pula”.

Perihal KEDALUWARSAAN dari hak untuk menuntut dapat diperhatikan dalam Pasal 78 ayat 1 KUHP “Kewenangan menuntut pidana hapus karena daluwarsa”, dan pada angka 3 disebutkan “mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih dari tiga tahun, yakni sesudah dua belas tahun”:

Jadi sekali lagi ditegaskan bahwa mendasarkan pada ketentuan pasal 78 ayat (1) KUHP tersebut diatas, maka BUNDEL SURAT PERNYATAAN PENYERAHAN HAK MILIK ATAS TANAH DENGAN BANGUNAN SERTA TANAMAN YANG ADA di ATASNYA dibuat dan dişelenggarakan pada tahun 1982-1983 (yang senyatanya tidak palsu) sudah DIPERGUNAKAN mulai sejak 40 tahun yang lalu.

Langkah Hukum

Atas Penetapan Prof. Dr. dr. I Made Bakta, SpPD sebagai tersangka, serta untuk kepentingan hukum Universitas Udayana dalam hal penyelamatan aset seluas 2,7 Ha tersebut, Universitas Udayana telah melakukan beberapa upaya hukum, diantaranya meminta perlindungan hukum kehadapan PRESIDEN REPUBLIK INDONES1A, dan meminta Perlindungan HUKUM juga kepada KEMENKO POLHUKAM REPUBLIK INDONESIA yang ditembuskan kepada KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) RI. (bpn)

Dapatkan berita terbaru dari Baliportalnews.com di Google News