Setelah dibedah dari aspek hukum pidana, aspek teologi Agama maupun Adat dan Budaya Bali. Ditegaskan, bahwa perbuatan DM Darmawati tersebut telah memenuhi unsur pelanggaran pasal 156a KUHP.
“Secara empirik, dalam kasus Ahok, yang 14 pelapornya ada di berbagai daerah, Polda dan Polres tetap memeriksa laporan dan mem-BAP para pelapor, walaupun kelanjutan penanganannya ada di Mabes Polri. Misalnya, pelapor yang ada di Polres Bogor, di BAP di Polres Bogor dan berlanjut di Mabes Polri,” terang Wayan Sudirta.
Dipaparkan pada forum diskusi itu bahwa dalam Pasal 1 angka 19 Jo Pasal 3 Peraturan Kapolri No. 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana. Menyebutkan bahwa Tempat Kejadian Perkara (TKP) adalah tempat suatu tindak pidana dilakukan atau terjadi, dan tempat lain dimana korban dan/atau barang bukti dan/atau saksi dan/atau pelaku yang berhubungan dengan tindak pidana tersebut dapat ditemukan.
Begitu juga dijelaskan dalam Pasal 3 diatur terkait Laporan tentang Pengaduan Masyarakat (Model B), dapat dilakukan juga pengaduan SPKT/SPK pada tingkat Polda atau Polres yang penanganannya dapat dilimpahkan jika ada alasan-alasan hukum yang dapat dibenarkan menurut teori locus delicti dan kompetensi relative Pengadilan Negeri yang berwenang mengadili perkara tersebut.
Wayan Sudirta bersama tokoh-tokoh lain sama-sama menegaskan, bahwa memang perbuatan DM Darmawati memenuhi unsur dugaan pelanggaran pasal 156 huruf a KUHP, yang dapat dijadikan dasar oleh pihak kepolisian untuk memproses kasus tersebut lebih lanjut setelah adanya atensi dan dorongan yang cukup luas dari masyarakat atau umat Hindu Nusantara. (aar/bpn)