Kekerasan Seksual
Ilustrasi Kekerasan Seksual. Sumber Foto : Istimewa

BALIPORTALNEWS.COM, JAKARTA – Pada tanggal 9 Maret 2021 lalu, pihak parlemen akhirnya mengumumkan secara resmi daftar Prolegnas Prioritas 2021 melalui kesepakatan Rapat Kerja Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia 9 Maret 2021 yang ditandatangani oleh Ketua Badan Legislasi Dr. Supratman Andi Agtas, SH.,MH., Menteri Hukum dan HAM RI Prof. Yasonna H. Laoly., SH., M.Sc., Ph.D, dan Ketua Panitia Perancang Undang-undang DPD RI Dr. Badikenita Br. Sitepu., SE., M.Si. Dalam rapat tersebut, akhirnya Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) secara resmi dinyatakan masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas 2021.

Baca Juga :  Identitas Pemeran Video Sejoli Pelajar Asal Buleleng Dikantongi, Ada Empat Video

Kabar baik yang selama ini dinantikan masyarakat akhirnya datang dari parlemen. Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) yang senantiasa digaungkan oleh para aktivis untuk menegakkan keadilan bagi para penyintas dan menjamin perlindungan aman bagi perempuan dan anak akhirnya secara resmi disahkan masuk dalam Prolegnas Prioritas 2021 sesuai kesepakatan Rapat Kerja Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia pada 9 Maret 2021.

Naskah akademik dan rancangan undang-undang untuk keperluan RUU PKS juga akan disiapkan secara langsung oleh Badan Legislasi (Baleg) dipembahasan berikutnya. Tentunya, ini merupakan sebuah momentum dari milestone yang sudah dilewati selama bertahun-tahun hingga akhirnya RUU PKS tidak sekadar wacana untuk masuk dalam pembahasan yang lebih serius di kursi pemerintahan.

Menyikapi kondisi tersebut, penting bagi kita dan masyarakat untuk mengulas kembali secara singkat mengapa RUU PKS penting untuk segera disahkan. Sebagaimana pernyataan dari sebuah lembaga International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) yang mengungkap bahwa sebanyak 71,8 persen korban pernah mengalami kekerasan seksual dengan rincian sebanyak 33,3 persen korban laki-laki dan 66,7 persen merupakan korban perempuan.

Baca Juga :  Sinergi dan Kolaborasi Membangun Ekonomi Syariah, Puncak Gebyar Ramadan Keuangan Syariah

Lebih lanjut, hasil survei data INFID dengan menggunakan distribusi populasi 2.210 orang tersebut menunjukkan bahwa kasus kekerasan seksual sebanyak 77,2 persen terjadi di tempat umum dan sebanyak 34,4 persen terjadi di rumah. Kasus ini diperparah karena sebanyak 57,3 persen korban justru tidak melapor dengan sebagian alasan korban terkendala rasa takut.

Oleh karena itu, RUU PKS perlu hadir di tengah-tengah masyarakat dengan harapan dapat memberikan batasan hukum yang jelas dan menindak setegas-tegasnya para pelaku sesuai hukum yang berlaku. Dalam kesempatannya, Suzy Hotmo, mewakili para aktivis kampanye Stop Sexual Violence, mengapresiasi sekali terhadap kabar baik ini.

Dapatkan berita terbaru dari Baliportalnews.com di Google News