Baliportalnews.com
Baliportalnews.com

Agus Suradnyana juga mengungkapkan Di dalam peninjauan ulang tata ruang yang baru, kawasan Wanagiri, Kecamatan Sukasada dan Tamblingan, Kecamatan Banjar ditetapkan oleh Provinsi Bali menjadi kawasan pariwisata yang ramah lingkungan. Di dalamnya di atur prinsip kofisien dasar bangunan. “Berapa persen yang boleh dibangun dan berapa persen yang tidak boleh dibangun,” ungkapnya.

Namun, perarem yang ada harus disesuaikan dulu. Hal tersebut lantaran kepemilikan tanah di Desa Munduk yang hampir 80 persen bukan lagi dimiliki oleh orang lokal disana. Sehingga, Jika masyarakat ke empat desa sudah sepakat menjadikan hutan tersebut menjadi hutan adat, maka sudah menjadi keharusan masing-masing desa memiliki perarem yang mengatur.

Baca Juga :  Pj Bupati Lihadnyana Terima Rombongan Stula PKP ke Buleleng

Berbicara masalah desa adat, mau tidak mau masyarakat adat meyakini bahwa dengan perarem yang dibuat nanti dapat menumbuhkan ketentraman dan kesejahteraan dalam kehidupan masyarakat di Catur Desa tersebut. Di bawah Catur Desa ini banyak desa-desa yang memanfaatkan air permukaan yang ada di atasnya.

“Jangan sampai tidak memberikan air yang sudah bisa dimanfaatkan oleh masyarakat yang ada di bawahnya. Harus diatur dalam pendekatan teknokratis yang benar,” kata Agus Suradnyana.

Sementara itu, Ketua Tim Sembilan Catur Desa Adat Dalem Tamblingan Jro Putu Ardana mengutarakan bahwa dengan ditetapkannya nanti Alas Mertajati sebagai hutan adat dan selalu dianggap sebagai hutan suci oleh masyarakat, tentunya sangat berguna untuk mengaktifkan kearifan lokal. Tentang bagaimana masyarakat adat memelihara dan menjaga hutannya seperti yang dilakukannya ratusan tahun silam. Melalui data dari aliansi masyarakat adat nusantara menyebutkan bahwa dari seluruh hutan di Indonesia yang tersisa, yang terbaik sekitar 40 juta hektar itu adalah seluruhnya hutan adat. “Jadi karena masyarakat adat yang memelihara,” tuturnya.

Dapatkan berita terbaru dari Baliportalnews.com di Google News