Baliportalnews.com
Baliportalnews.com

BALIPORTALNEWS.COM – Mahasiswa organisasi eksternal yang ada di Bali, diantaranya Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cab. Denpasar, Pimpinan Cabang Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (PC KMHDI) Denpasar, Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Denpasar dan Nalar Mahasiswa dan Pemuda (NARMADA) Bali menggelar kegiatan diskusi dengan Tema : Polemik Pembebasan Abu Bakar Ba’asir ; Kepentingan atau Kemanusiaan?, Sabtu (26/1/2019).

Diskusi tersebut dimoderatori oleh I Wayan Darmayasa (Ketua NARMADA – Bali) dan menghadirkan pembicara atas nama Gede Kamajaya, S.Pd.,M.Si (Sosiolog Universitas Udayana dan Pegiat Sanglah Institute).

Dalam diskusi tersebut Gede Kamajaya menyampaikan bahwa polemik pembebasan Abu Bakar Ba’asyir yang disampaikan oleh Presiden Jokowi adalah bukan karena kemanusiaan, melainkan karena kepentingan. Menurutnya, jika karena alasan kemanusiaan seharusnya Jokowi terlebih dahulu menyelesaikan persoalan – persoalan HAM yang terjadi di tanah air yang belum dituntaskan sampai hari ini. Dengan pembebasan ABB, kaum radikalis dapat bangit secara psikologis.

“Jika yang dilakukan oleh Jokowi didasarkan pada soal kemanusiaan maka alasan itu sama sekali tidak kuat. Kalau bicara soal kemanusiaan Jokowi lebih baik menyelesaikan soal – soal pelanggaran HAM di masa lalu dari pada membebaskan salah satu aktor intelektual dari gerakan radikalis di tanah air. Pembebasan ABB membuat kaum radikalis bangkit secara psikologis,” ungkap Gede Kamajaya.

Baca Juga :  Safari Ramadhan APJII Bali Nusra, Mempererat Silaturahmi dan Peduli pada Sesama

I Wayan Darmayasa dalam kesimpulan penutup diskusi tersebut menyampaikan bahwa Presiden Joko Widodo tergesa – gesa dalam menyampaikan pembebasan Abu Bakar Ba’asyir kepada publik sebelum berdiskusi dengan Menkopolhukam, Wiranto. Darma menyampaikan meskipun presiden memiliki Grasi yang tertera pada pasal 1 angka 1 UU No. 22 Tahun 2002 tentang Grasi, yang berbunyi : grasi adalah pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana yang diberikan oleh Presiden, namun tetap tidak dibenarkan seseorang dibebaskan tanpa harus terlebih dahulu memenuhi syarat yang terpenuhi secara hukum.

Darma menambahkan untuk napi atau warga binaan pemasyarakatan (WBP) kasus terorisme, misalnya, syarat-syarat umum PB diatur dalam Pasal 82 Permenkhumham 03/2018 antara lain telah menjalani 2/3 masa pidana. Sedangkan syarat-syarat khusus diatur dalam Pasal 84 Permenkumham 03/2018 antara lain menandatangani dokumen syarat janji atau ikrar kesetiaan pada Pancasila dan NKRI.

Baca Juga :  Indosat Ooredoo Hutchison Mempersembahkan Kampanye ‘Indosat Berkah Ramadan 2024’

” Beberapa point terkait dengan proses yang harus dilalui sepertinya tidak dipahami oleh presiden. ABB tidak menandatangani ikrar kesetiaan pada Pancasila dan NKRI. Lembaga Pemasyarakatan juga tidak mendapatkan surat surat rekomendasi dari Menkopolhukam. Lebih dari pada itu, pembebasan ABB mesti dipertimbangkan dalam kepentingan untuk menjaga ideologi bangsa. Jika Presiden membebaskan, Jokowi kami nilai gagal paham,” tutup Darma. (r/bpn)

Dapatkan berita terbaru dari Baliportalnews.com di Google News