Baliportalnews.com
Baliportalnews.com

BALIPORTALNEWS.COM – Karies gigi pada balita masih menjadi permasalahan dental tertinggi di Indonesia. Angka prevalensi karies pada anak balita di Indonesia berada di angka 90,05%. Badan Kesehatan Dunia (WHO) PBB juga menyebut, Indonesia memiliki prevalensi Early Childhood Caries (ECC) tertinggi pada anak usia 3-5 tahun.

Demikian disampaikan Guru Besar bidang Ilmu Kesehatan Gigi Anak Fakultas Kedokteran Gigi Unpad Prof. Dr. Yetty Herdiyati  Sumantadiredja, drg., Sp.Ped(K), saat menyampaikan orasi ilmiah dalam rangka pelantikan dan pengukuhan sebagai guru besar oleh Rektor Unpad Prof. Tri Hanggono Achmad di Grha Sanusi Hardjadinata Unpad, Jalan Dipati Ukur No. 35, Bandung, Kamis (8/2/2018) pagi.

Orasi ilmiah yang dibacakan Prof. Yetti itu berjudul “Peranan Gen gtf B/C yang Mengekspresikan Enzim Glukosiltransferase Streptococcus Mutans pada ECC untuk Menuju Anak Indonesia Sehat”.

Prof. Yetty memaparkan, ECC atau karies gigi pada balita disebabkan empat faktor utama, yaitu gigi yang rentan, plak, substrat, dan waktu. Jika dikaitkan, penyebab karies ini didasarkan adanya hubungan yang tidak seimbang antara daya tahan gigi dan faktor kariogenik, yaitu gigi yang kuat akan lebih tahan terhadap serangan karies dibandingkan gigi yang rentan.

Baca Juga :  HOAKS! Bumi Akan Gelap pada 8 April 2024

ECC ini awalnya ditandai adanya gambaran titik putih (white spot) pada gigi insisif sulung rahang atas sepanjang margin gingiva atau bagian tepi gusi yang menyelimuti gigi. Gambaran ini terlihat pada usia satu tahun yang diikuti kerusakan pada inisisif lateral gigi.

Apabila gejala ini tidak diintervensi, menjelang usia dua tahun karies dalam berlanjut hingga merusak seluruh mahkota gigi insisif sentral rahang atas dan diikuti kerusakan pada molar satu rahang bawah. Jika masih tetap dibiarkan, pada usia tiga dan empat tahun, karies ini dapat berlanjut mengenai gigi molar kedua rahang bawah.

Baca Juga :  Sound System SD Negeri 5 Sibetan Raib Digondol Maling

Puncaknya, ketika di usia lima tahun, seluruh gigi sulung, kecuali kaninus sulung, seluruhnya telah terkena karies.

“Penyebab ECC dikarakteristikkan adanya kolonisasi awal Streptococcus mutans dalam rongga mulut. Ini merupakan bakteri komensal dalam rongga mulut dan berperan penting dalam pembentukan karies,” jelas Prof. Yetty.

Lebih lanjut dijelaskan, Streptococcus mutans memiliki 4 enzim glukosiltransferase (GTF), yaitu GTF A hingga GTF D. Dari empat enzim tersebut, enzim GTF B dan GTF C yang dapat menyebabkan terbentuknya karies. Pengeluaran enzim GTF ini dikode oleh Gen gtf B dan gtf C yang mampu menghasilkan glukan tidak larut.

Penanganan ECC tidak bisa hanya melibatkan anak dan dokter gigi saja. Peran orang tua, pengasuh, dan pemerintah juga penting dilibatkan dalam penanganan tersebut. Sebab, pencegahan ECC mengutamakan pada promosi tingkah laku dalam merawat gigi, seperti menyikat gigi, keterjangkauan fluoride atau senyawa dalam pasta gigi yang berfungsi menyehatkan gigi, hingga kebiasaan pola makan sehat.

Baca Juga :  Astra Siaga Lebaran 2024, Siap Temani Pemudik dengan 299 Bengkel dan 805 Teknisi

Guru besar yang lahir Bandung, 16 April 1953 tersebut mengatakan, orang tua perlu mendampingi anak dalam menyikat gigi. Penggunaan pasta gigi ber-fluoride minimal dua hari sekali dilakukan sesegera mungkin jika gigi sulung anak mengalami erupsi. Proses ini dilakukan untuk mengurangi terjadinya ECC.

Selain itu, pencegahan ECC juga dilakukan melalui pendekatan pola makan anak. Prof. Yetti mengatakan, kontrol terhadap makanan yang dapat menyebabkan karies perlu dilakukan dari usia 12 bulan dan terus dijaga selama masa anak-anak. Orang tua juga perlu melatih bayi untuk menghentikan kebiasaan minum susu dalam botol antara usia 12 – 16 bulan, dan mulai membiasakan minum dari gelas. (bpn)

Dapatkan berita terbaru dari Baliportalnews.com di Google News