Baliportalnews.com
Baliportalnews.com

BALIPORTALNEWS.COM – Peneliti Asia Research Center, Murdoch University, Lian Sinclair menyebutkan program coorporate social responsibility (CSR) partisipatif merupakan strategi yang banyak diambil perusahaan dalam menyelesaikan, mendepolitisasi, serta menyembunyikan konflik, termasuk oleh perusahaan pertambangan.

“Perusahaan-perusahaan melancarkan beberapa strategi penyelesaian konflik dengan masyarakat terutama melalui versi CSR yang partisipatif,” urainya, Kamis (23/11/2017) dalam diskusi “Konflik, Kuasa, Kapital: Perusahaan-perusahaan Pertambangan Australia di Indonesia” di Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian (PSKP) UGM.

Lian menyampaikan sejumlah program CSR partisipatif yang sering dijalankan antara lain dengan pengembangan masyarakat (community development), konsultasi, pemberian kompensasi, sosialisasi, dan pengelolaan lingkungan. Dalam pelaksanaannya perusahaan melibatkan masyarakat yang terdampak pertambangan melalui proses-proses manajemen korporat.

Dalam diskusi yang digelar oleh PSKP UGM bersama dengan Magister Perdamaian ini Lian memaparkan hasil awal penelitian lapangan untuk proyek S3-nya di Mudroch University. Lian melakukan penelitian di tiga lokasi yaitu tambang pasir besi di Kulon Progo, tambang emas Kelian Kutai Barat, dan tambang emas Gosowong yang dimiliki oleh Newcrest Mining Ltd di Halmahera Utara.

Baca Juga :  Sirkuit Mandalika Gelar JDM Run 2024, Terbesar di Indonesia

“Dari tiga kasus di tiga lokasi tersebut menunjukkan adanya mekanisme partisipatif seperti pengembangan masyarakat , memberikan ganti rugi, sosialisasi dan lainnya. Hal ini dilakukan sebagai usaha merespon konflik, depolitisasi konflik, dan membangun hubungan-hubungan sosial yang diperlukan untuk pengembangan pertambangan kapitalis,” ungkapnya.

Sementara peneliti PSKP UGM, Muh Faried Cahyono mengatakan pemetaan konflik dengan memahami sejarah,  budaya, serta kondisi sosial ekonomi masyarakat dan kemanan warga perlu dilakukan dalam penyelesaian konflik.

“Pemetaan eksternalitas juga harus dilakukan. Pendataan harus detail terhadap kemungkinan-kemungkinan eketernalitas negatif yang akan terjadi seperti masyarakat yang tersingkir, kerusakan lingkungan, dan lainnya,”imbuhnya.

Tidak hanya itu, Faried juga menyebutkan perlunya pengembangan langkah antisipatif dalam penyelesaian konflik. Upaya antisipasi secara komperehensif untuk menyiapkan rencana pemecahan masalah dengan basis win-win solution dan berorientasi ke masa depan.  (ika/humas-ugm/bpn)

Dapatkan berita terbaru dari Baliportalnews.com di Google News