Baliportalnews.com
Baliportalnews.com

BALIPORTALNEWS.COM – Vera Juniati tak bisa menyembunyikan kegembiraan tatkala mengetahui dirinya dinyatakan lolos masuk Jurusan Kimia FMIPA UGM. Diapun langsung berlari keluar kamar mencari kedua orang tuanya untuk menyampaikan kabar gembira itu. Sutarmi (62) sontak mendekap anaknya. Perasaan bahagia bercampur haru memenuhi ruang hati wanita yang telah memasuki usia lanjut ini.

“Kaget, tidak percaya rasanya anak bisa kuliah, tetapi juga bingung, bagaimana untuk biaya selama kuliah,” ungkap Sutarmi.

Ditemui di rumah peninggalan orang tua yang berada di kampung Ngadirejo, Mojokerto, Kedawung, Sragen, Sutarmi mengatakan anak bungsunya itu sejak kecil memiliki tekad yang kuat untuk bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi. Mengetahui keinginan puterinya itu, Sutarmi tidak bisa banyak berkata-kata. Dia tidak berani menjanjikan hal yang mustahil terwujud.

Sulit bagi Sutarmi untuk menyekolahkan anak hingga jenjang perguruan tinggi. Terlebih baginya yang sehari-hari mencari nafkah sebagai pemecah batu kali.Profesi tersebut telah dilakoninya sejak 10 tahun terakhir.

Jarak tidak kurang dari 1 kilometer harus dilalui ibu lima anak ini untuk mendapatkan batu-batu di sungai dekat kampungnya. Perjalanan yang tidak mudah bagi Sutarmi dengan raga yang semakin menua. Terlebih dengan kondisi jalan yang tidak rata dengan banyak tanjakan dan turunan semakin menguras tenaga.

Perjuangan dalam mencari nafkah nyatanya tak sebanding dengan apa yang didapat. Penghasilan yang diperoleh dari menjual pecahan batu tidaklah seberapa dan tak menentu. Pesanan tidak setiap hari datang. Jika ada tetangga yang sedang membangun rumah, barulah hasil pecahan batu Sutarmi terjual. Kalau sepi, bisa berbulan-bulan tidak berpenghasilan.

Baca Juga :  PT Honda Prospect Motor Umumkan Shugo Watanabe Sebagai Presiden Direktur Baru

“Biasanya tetangga membeli 1 tenggok (keranjang anyaman dari bambu) seharga Rp. 5 ribu,” ujarnya.

Sutarmi mengaku dari hasil penjualan batu kali tersebut dan bertani suaminya Sasmo Wiyono (67) di sepetak sawah warisan orang tua sangatlah pas-pasan untuk makan sehari-hari. Kendati begitu, keduanya tidak pernah lelah membanting tulang untuk menghidupi kelima anaknya. Beruntung, anak-anaknya sangat memahami kondisi orang tua.

“Sebenarnya anak-anak punya keinginan bisa sekolah sampai tinggi, tapi mereka tahu keadaan orang tua jadi tidak pernah minta macam-macam” paparnya.

Sutarmi hanya bisa menyekolahkan anak pertama sampai ketiga hingga bangku sekolah dasar dan anak ke empat sampai jenjang sekolah menengah pertama. Kini, ketiga anak perempuannya telah berkeluarga dan anak keempatnya yang berjenis kelamin laki-laki telah bekerja sebagai tukang tambal ban.

“Sudah 7 tahun terakhir saya dan suami terkena asam urat sehingga tidak bisa banyak bekerja. Jadi untuk makan sehari-hari bergantung pada anak-anak, termasuk membiayai Vera sekolah sampai SMA,” urainya.

Suratmi mengaku sedih karena tidak bisa berbuat banyak untuk Vera. Untuk uang saku harian sekolah saja dia tidak mampu memberi.

Baca Juga :  Puluhan SD Belum Miliki Kepala Sekolah Definitif, Kadisdikpora Karangasem: Maret Kita Tuntaskan

“Jarang bisa kasih uang saku, kadang hanya bisa beri Rp. 2 ribu saja. Sebenarnya merasa kasihan dan sedih, tapi saya bisa apa?,” ucapnya menahan tangis.

Masuk di perguruan tinggi ternama Indonesia menjadi impian yang teramat mahal bagi Vera. Apalagi bagi anak kampung yang terlahir dari keluarga kurang berkecukupan. Namun kondisi tersebut tidak menyurutkan tekad gadis berjilbab ini mengejar pendidikan

Saat berada di bangku SD, Vera harus berjalan kaki sepanjang 4 kilometer untuk menuju sekolahnya di SD 3 Mojokerto. Jarak yang terbilang jauh bagi seorang anak usia SD. Namun kondisi ini tidak menghalangi langkahnya untuk bersekolah. Hasilnya dia selalu mendapat rangking di kelasnya.Bahkan pernah mewakili sekolah mengikuti OSN Matematika. Demikian pula saat di SMP, predikat juara tidak pernah lepas dari gengamannya sehingga mendapatkan beasiswa yang meringankan beban kedua orang tuanya.

Melanjutkan studi hingga SMA dijalani gadis kelahiran 30 Juni 1998 ini dengan perjuangan. Setiap harinya tidak kurang 17 kilometer dilalui Vera untuk sampai di sekolah menggunakan sepeda motor milik sang kakak. Tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan langka bisa belajar sampai SMA, Vera berusaha keras untuk bisa berprestasi di sekolah. Hasilnya, dia selalu masuk 5 besar di kelasnya dan pernah mengikuti OSN Astronomi tingkat kabupaten Sragen. Berkat prestasinya itu dia kembali memperoleh beasiswa.

Hidup ditengah kondisi yang serba kekurangan tidak memadamkan tekad Vera untuk menggapai mimpi. Semangatnya terus menyala kuat. Api semangat untuk bisa membahagiakan orang tuanya. Dia yakin dengan kuliah bisa menghantarkannya pada kehidupan yang lebih baik.

Baca Juga :  Pajak Atas Usaha Ekonomi Digital Tembus Rp22,179 Triliun

“Ingin bisa membuat orang tua bahagia, tidak susah seperti sekarang,” ucap Vera berderai air mata.

Namun, keinginan yang begitu kuat untuk kuliah sempat meredup melihat keadaan orang tuanya yang semakin renta. Keduanya sering sakit-sakitan sehingga tidak bisa lagi mencari nafkah secara rutin. Beruntung, kakak-kakaknya terus memberi dukungan pada Vera. Dorongan tersebut juga ditunjukkan oleh para guru di sekolah yang mengarahkan Vera untuk mendaftar kuliah melalui jalur SNMPTN Undangan dan mencari beasiswa Bidikmisi untuk anak-anak berprestasi dari keluarga kurang mampu.

“Modal saya hanyalah semangat. Dengan niat baik, apapun bisa tercapai dan alhamdulillah benar-benar terwujud,” tutur gadis yang bercita-cita menjadi pengusaha ini.

Sasmo Wiyono dan Sutarmi hanya bisa mendoakan yang terbaik bagi anaknya itu. Mereka berharap Vera bisa menjalani kuliah dengan baik dan lancar.

“Tidak banyak yang bisa kami berikan. Hanya iringan do’a semoga apa yang dicita-citakan bisa tercapai dan menjadi orang sukses,”harap keduanya. (ika/humas-ugm/bpn; foto:devi)


Pantau terus baliportalnews.com di :

Dapatkan berita terbaru dari Baliportalnews.com di Google News