Baliportalnews.com
Selalu terhubung dengan kami.

BALIPORTALNEWS.COM – Indonesia memiliki beragam jenis wayang yang tersebar luas di berbagai wilayah nusantara. Warisan budaya ini juga telah diakui UNESCO sejak 7 November 2003 silam. Salah satu jenis wayang yang cukup dikenal adalah wayang kulit purwa.

Drs. Eddy Pursubaryanto, Dipl.TESL., M.Hum., dosen Sastra Inggris Fakultas Ilmu Budaya, mengatakan wayang purwa berkembang dan populer terutama di Jawa. Wayang ini biasa dipertunjukkan di keraton Surakarta, keraton Yogyakarta, Mangkunegaran, maupun Pakualaman.

Adegan gara-gara tetap dalam pertunjukkan wayang kulit purwa gaya Surakarta. Adegan gara-gara umumnya tetap mencerminkan panduan pakem pedalangan yang digunakan di keraton Surakarta.

“Hal ini menunjukkan sebagian pakem yang dilembagakan di keraton Surakarta masih terjaga,” terangnya saat ujian terbuka program doktor, Jumat (20/1/2017) di Sekolah Pascasarjana UGM.

Baca Juga :  Serangkaian Karya Atma Wedana MGPSSR, Wawali Arya Wibawa Hadiri Prosesi Mepandes

Bagi masyarakat Jawa, kata dia, secara implisit keberlanjutan adegan gara-gara menjaga eksistensi mitos sosok Semar yang dianggap sebagai pamong para ksatria dan orang-orang berbudi luhur. Kehadiran adegan gara-gara menjaga bingkai filosofi bahwa pertunjukkan wayang kulit purwa melambangkan kehidupan manusia dari lahir sampai mati.

Disebutkan Eddy, penyebab perubahan adegan gara-gara secara intrinsik adalah hasrat untuk mengaktualisasikan diri dan perasaan jenuh dari diri dalang. Sedangkan secara ekstrinsik, pertunjukan wayang kulit purwa merupakan produk seni yang memerlukan konsumen sehingga harus dikemas agar menarik pasar.

Baca Juga :  Wali Kota Jaya Negara Buka MPLS Tingkat SMP, Wujudkan Pendidikan Inklusif, Stop Bullying dan Kuatkan Benteng Budaya

“Tegangan-tegangan dalam pertunjukkan wayang kulit purwa mendorong kreativitas dan inovasi para dalang dalam kemasan adegan gara-gara,” jelasnya.

Adegan gara-gara sebagai sebuah struktur, dikatakan Eddy, memiliki sepuluh sub-adegan yang masing-masing memiliki aksi. Perubahan struktur adegan gara-gara tercermin dalam aksi-aksi dalam sub-adegan.

“Adegan gara-gara tetap mengandung dengan tuntunan. Sejumlah pesan yang muncul adalah pesan-pesan sosial menyangkut moral, lingkungan hidup, kesadaran berbangsa dan bernegara, dan apresiasi seni pedalangan,”paparnya. (ika/humas ugm/bpn)

Dapatkan berita terbaru dari Baliportalnews.com di Google News