Police Line
Tanah yang Bersengketa Itupun Kini Digarisi oleh Polisi. Sumber Foto : Istimewa

BALIPORTALNEWS.COM, DENPASAR – Keberlanjutan masalah terkait sengketa tanah di perempatan Ubung, Denpasar, kini memasuki babak baru. Pasalnya, saat ini lahan tanah yang diperebutkan oleh dua pihak, antara I Made Sutrisna dengan I Gusti Ngurah Made Astika tersebut telah digaris kuning oleh pihak Kepolisian, dimana dari hasil pantuan Jurnalis Baliportalnews.com pada Rabu (22/12/2021) siang, nampak terlihat garis polisi mengelilingi pagar yang menjadi penutup dari lahan yang bersengketa tersebut.

Berdasarkan informasi dari pemberitaan sebelumnya, pada tanggal 1 Desember 2021, diketahui bahwa I Made Sutrisna yang mengaku sebagai pemilik sah lahan tersebut berdasarkan sertifikat hak milik (SHM) No. 3395 terbitan tahun 1998 yang dibeli dari Jhony Leophato di atas lahan 3.200 m2 di Pemecutan Kaja, Denpasar Utara, Kota Denpasar, Provinsi Bali, telah mengajukan permohonan pengayoman hukum kepada Presiden RI, Joko Widodo dan Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo melalui Media Massa.

Dimana dari fakta sebelumnya terungkap, bahwa I Made Sutrisna (74) pernah dilaporkan oleh PT. Bangun Bali Sejahtera ke Polresta Denpasar. Dimana pelaporan tersebut bukan tanpa alasan, setelah PT. Bangun Bali Sejahtera diketahui telah membeli lahan tersebut dari ahli waris dengan SHM No.05949 atas nama alm. I Gusti Ngurah Made Mangget terbit tahun 2017. Selang berapa bulan setelah terbit SHM 05949 ahli waris alm. I Gusti Ngurah Made Mangget langsung menjual, dan diturunkan haknya menjadi sertifikat hak guna bangunan (HGB) No.102 atas nama PT. Bangun Bali Sejahtera.

Yang sebelumnya ahli waris alm. I Gusti Ngurah Made Mangget ini telah mempermasalahkan terbitnya SHM No. 3395 atas nama Jhony Leophato yang sudah beralih hak menjadi atas nama I Made Sutrisna digugat di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN). Sehingga muncul pembatalan SHM No. 3395 dilakukan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Denpasar. Namun, keputusan itu ditolak oleh pihak Made Sutrisna lantaran putusan itu dianggap sepihak.

Dihubungi wartawan, terkait adanya pelaporan serta lokasi tanah sengketa sudah ada police line, Kasat Reskrim Polresta Denpasar Kompol Mikael Hutabarat, S.H, S.I.K, M.H., mengatakan bahwa perkara sedang ditangani penyidik. “

Langsung ke Kanit aja ya, perkara sedang ditangani,” terang Kompol Mikael Hutabarat singkat kepada wartawan, Rabu (22/12/2021).

Sebelumnya dikonfirmasi secara terpisah I Made Parwata, S.H., selaku kuasa hukum dari pelapor Ir. Kusnadi Surya Candra (PT. Bangun Bali Sejahtera Abadi-red) membenarkan sudah ada pelaporan dan juga telah terjadi transaksi jual beli. Dimana SHM 05949 sudah diturunkan haknya menjadi SHGB No.102 atas nama PT. Bangun Bali Sejahtera Abadi.

“Iya benar itu dibeli (tanah) atas nama PT (PT Bangun Bali Sejahtera Abadi-red) direkturnya Ir. Kusnadi Surya Candra. Jual beli dibuat di Notaris Wayan Sugita. Sebelumnya tanah itu atas nama ahli warisnya Pak Agung Made Mangget (Gusti Ngurah Made Mangget-red),” sebutnya.

Baca Juga :  Kales Manfaatkan Kandang Ayam Buat Transaksi Narkoba

Begitu juga dalam persoalan kasus kepemilikan tanah ini A.A. Ngurah Bagus Jayendra, S.H., selaku perwakilan keluarga dari I Gusti Ngurah Astika menjelaskan bagaimana kronologis pihaknya berupaya menggugat sertifikat No. 3395 atas nama Djhony Leopanto di PTUN dan pada akhirnya keluar SHM No. 05949 dan dijual ke PT Bangun Bali Sejahtera Abadi.

Dikatakan Bagus Jayendra bahwa setelah pihaknya menelusuri bukti-bukti digunakan Djhony Leopanto yang menyebut I Gusti Ngurah Made Mangget dihukum penjara diungkap tidak ada di pengadilan Mahkamah Agung (MA). Keputusan pengadilan itu ia katakan dipalsu. Sehingga keluar keterangan dari Direktur Perdata bahwa Pengadilan Pengaju dari No. 99 K/Sip/1967 kasasi adalah dari Sumatra Utara Tebing Tinggi Dili Serdang.

“Setelah kami memproleh surat keterangan dari MA itu, kami bersurat lagi ke PN Denpasar. Ternyata putusan ini juga tidak ada dan atas nama orang lain I Ketut Grundung dari Mengwi. Ini menunjukkan sindikat mafia tanah. Putusan pengadilan aja berani mereka palsu. Terbalik menuduh kepada kita mafia tanah,” terang A.A. Ngurah Bagus Jayendra kepada wartawan.

Disinggung terkait dalam melakukan gugatan PTUN selentingan mempergunakan copy-an sertifikat sementara No.129 dibantah Bagus Jayendra.

“Sertifikat copy yang digunakan sudah jelas tidak benar. Semuanya ada aslinya. Yang disebelahnya kan masih ada aslinya. Yang di pompa itu ada. Sertifikat asli 129 tentu aslinya diserahkan ke BPN karena sudah turun waris. Otomatis yang awal atas nama alm I Gusti Ngurah Made Mangget sudah diserahkan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN),” pungkas Bagus Jayendra.

Begitu juga disebutkan mengenai adanya jual beli dilakukan setelah terbit SHM 05949 tahun 2017 diakui diturunkan haknya menjadi Hak Guna Bangunan (HGB) No.102 baru dijual. Penjualan itu diungkap bukan dalam proses berperkara namun setelah SHM 3395 dicabut berdasar keputusan dari pengadilan dan pihak BPN.

“BPN tentu akan melakukan keputusan pengadilan yang sudah inkrah. Tentu BPN akan menindaklanjuti dengan mengumumkan di media koran untuk memenuhi asas publisitas bahwa sertifikat ini sudah tidak berlaku lagi berdasarkan hukum. Setelah diumumkan di media, baru bisa turun warisnya karena sudah dianggap kelar. Setelah turun waris baru bisa dilakukan jual beli,” bebernya.

Sisi lain ternyata dalam kasus kepemilikan tanah ini Made Sutrisna diwakilkan anaknya I Ketut Agus Mahendra mengungkap, sebelumnya diakui pernah melaporkan oknum diduga telah menyerobot lahannya namun laporan itu telah di SP3 polisi. Pihaknya mengungkap adanya pelaporan ia kali ini ke Polresta Denpasar ada benang merah dengan laporan pihaknya 10 tahun lalu sebelum terbit SHM 05949.

Ia menjelaskan, berawal dari Djonny Loepato menjual sertifikat hak milik (SHM) No 3395 tahun 1998 kepada orang tuanya namun sebelum balik nama Djhoni Leopanto meninggal. Sehingga dilakukan gugatan dan pengadilan memutus jual beli tersebut legal dan sah dalam keputusan Pengadilan Negeri Singaraja Nomor : 60/PDT.G/2010/PN.SGR tanggal 17 Mei 2010.

Baca Juga :  Pastikan Keamanan Wilayah, Kelurahan Peguyangan Gelar Pendataan Duktang dan Sambangi Rumah Penduduk yang Mudik

Sehingga pada tahun 2011 terbit sertifikat peralihan hak dari Djonny Loepato dkk dialihkan haknya kepada I Made Sutrisna dengan sertifikat hak milik No. 3395 (SHM 3395) luas 3200 m2, terletak di Pemecutan Kaja, Denpasar Utara, Kota Denpasar dan juga telah diterbitkan Nomor Induk Bidang (NIB) No. 22.09.04.01.0269, atas nama I Made Sutrisna.

Selain itu, objek tanah tersebut juga telah terdaftar dan sesuai di Buku Tanah BPN Kota Denpasar, No. DI 307/12163/2012 atas nama Made Sutrisna, serta PBB No. 51.71.040.001.016.0027.0 atas nama I Made Sutrisna sebagai kepastian hukum kepemilikan tanah.

Tiba-tiba lanjut Ketut Agus Mahendra ada oknum memagari tanahnya dan mengaku memiliki lahan tersebut sehingga orang tuanya melaporkan kejadian itu ke Polresta Denpasar. Namun dalam perjalanan penyelidikan selama 6 tahun pelaporan polisi (LP) Nomor: 618/VI/2011/Bali/Resta Dps tanggal 7 Juni 2011 dihentikan. Tepatnya tanggal 30 Nopember 2017 dan dikeluarkan Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan (SP3) Nomor : B/5641/VI/2017/Polresta Dps lantaran disebutkan tidak cukup bukti.

Dalam proses perkembangan pelaporannya, penyidik kepolisian menyampaikan bahwa I Gusti Ngurah Made Astika (Pihak Klaim Tanah-red) sebagai ahli waris dari I Gusti Ngurah Made Mangget juga memiliki bukti kepemilikan berupa SHM Nomor 129 atas nama I Gusti Ngurah Made Mangget (Alm). Menurut penyidik ungkap Ketut Agus Mahendra, perkara tersebut masih menyangkut sengketa kepemilikan disarankan untuk menggugat perdata.

“Kami belakangan ini baru tahu bapak dilaporkan tidak pidana menguasai tanah kami sendiri tanpa izin yang berhak atau kuasa yang sah ke Polresta Denpasar. Dan juga kami tidak kenal sama sekali siapa itu pelapornya. Ini alasan orang tua saya kenapa mengaku berurusan dengan oknum disinyalir mafia tanah dan meminta untuk negara hadir. Orang tua dan saya mohon kepada Presiden Jokowi, Bapak Kapolri dan penegak hukum untuk memberi perlindungan serta pengayoman hukum terhadap kami sebagai rakyat yang terzolimi,” pintanya.

Untuk diketahui dalam berita sebelumnya menanggapi SHM 3395 yang dikabarkan dicabut oleh BPN ia malah menyebut pembatalan SHM 3395 itu sepihak.

“Kalau menurut kami setiap tanah itu punya riwayat. Kalau kami lihat gugatan PTUN yang dilakukan tahun 1998 patut dicurigai, karena dalam gugatan tersebut tanpa menyertakan pihak yang memegang SHM 3395 yang sah dan sudah tercatat dalam buku tanah BPN. Dimana gugatan itu ditolak pada tingkat pertama begitu juga di pengadilan tinggi TUN. Tapi dikabulkan di tingkat kasasi (MA-red). Ini kan aneh gugatan sepihak dikabulkan. Dan patut diduga terjadi penyelundupan hukum sebagai dasar menerbitkan sertifikat baru,” ungkapnya

Baca Juga :  Jalin Silaturahmi, AMSI Bali Bertandang ke APJII Bali Nusra

Ketut Agus Mahendra menyampaikan, dalam putusan juga tidak ada menyebutkan pembatalan sertifikat No. 3395 dan banyak data riwayat tanah disinyalir dikaburkan. Dimana menurut riwayat tanah melekat pada SHM 3395 tersebut berasal dari Pipil No.159 Subak Toenggoel Adji 101 (Subak Tunggul Aji 101) kepunyaan Ni Goesti Ayoe Sember yang terdiri dari 9 petak. Dan salah satu petak dengan luas 0,3200 Ha sudah dijual kepada Loe Sin Phing (orang tua Djhony Leopanto -red) sebelum ada Landreform.

Makanya lanjut Ketut Agus Mahendra, Loe Sin Phing melaporkan ke penegak hukum ketika mengetahui terbitnya sertifikat sementara No. 129 dimohonkan alm. I Gusti Ngurah Made Mangget pada obyek petak sudah dibeli. Hingga adanya putusan perkara pidana di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar tanggal 8 Agustus 1966 dengan perkara No.44/Pid/1966 yang menyatakan bahwa I Gusti Ngurah Made Mangget bersalah. Begitu juga dalam putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) RI tanggal 28 Juli 1967, Reg No. 99 K/Sip/1967 divonis sama bersalah.

Terkait perkara pidana itu dikatakan palsu, Ketut Agus Mahendra menyebut ada baiknya ditelusuri bersama dengan pihak terkait. “Keterangan yang menyatakan palsu itu kan menurut versi mereka dikabarkan dari direktur perdata, sementara putusannya adalah pidana,” pungkasnya.

“Coba saja tanyakan ke PN datanya atau ke MA mengenai putusan pidana biar lebih jelas karena ini menyangkut kehormatan negara. Dimana dokumen itu dikeluarkan pengadilan kepada Djhony Leopanto berdasar permohonan sebagai alat bukti. Jadi yang keluarkan itu adalah pengadilan. Anehnya menurut data yang ada, terkait sertifikat sementara No. 129 malahan sudah dapat ganti rugi saat pembuatan jalan Gatot Subroto (Ayani-Cokroaminoto) dari pemerintah. Ada baiknya hal tersebut juga di cek kebenarannya baik petunjuk batas-batas tanahnya,” pinta Ketut Agus Mahendra.

Pihaknya berharap terkait kasus ini agar semua ikut mengawasi. Tidak terkecuali Satgas Mafia Tanah membantu untuk bisa turun. Ikut masuk membuka tabir yang ada. Ia meminta pengayoman hukum kepada Kapolri dan juga presiden Jokowi memberikan keadilan kepada masyarakat.

“Kasus ini sudah lama. Satgas Mafia Tanah mesti tahu dalam kasus ini patut dicurigai terjadi manipulasi data, pengaburan fakta serta membuat kolusi administrasi berjenjang dalam peralihan hak. Berawal dari sertifikat sementara No. 129 hingga terbitnya sertifikat No. 05949 atas nama orang sudah meninggal. Bagaiman bisa? Baru diturunkan ke ahli waris. Setelah itu diturunkan haknya dijual terhadap perseroan. Ini dilakukan dalam waktu singkat di notaris berbeda. Tidak ada kebetulan, semua sudah diatur sistematis,” beber Ketut Agus Mahendra. (aar/bpn)

Dapatkan berita terbaru dari Baliportalnews.com di Google News