Pencabulan Anak
Siti Sapurah, aktivis perlindungan anak dan perempuan. Sumber Foto : Istimewa

BALIPORTALNEWS.COM, JEMBRANA – Setelah diadakannya rilis kasus yang digelar oleh Kepolisian Resor (Polres) Jembrana, pada Selasa (26/10/2021) yang mengungkap kasus tindak pidana persetubuhan terhadap anak yang dilakukan oleh pamanya sendiri, menjadi perhatian aktivis perlindungan anak dan perempuan, Siti Sapurah, wanita yang juga berprofesi sebagai pengacara ini meminta jajaran Polres Jembrana untuk bisa bertindak tegas dan mampu memberikan efek jera bagi pelaku pencabulan anak tersebut.

Menurutnya, Polisi sudah seharusnya memiliki kewenangan penuh dalam menangani kasus pencabulan tersebut, terlebih korban yang masih dibawah umur pastinya memiliki trauma yang cukup mendalam apabila pelaku tidak dapat dibuat jera, karena bisa saja pelaku mengulangi perbuatannya kembali.

Baca Juga :  Giliran Kantor Desa Budakeling Dibobol Maling

“Sebab pelaku bisa kabur dan atau mengulangi perbuatannya lagi. Keterangan saksi korban kan sudah sudah cukup untuk bisa mengamankan pelaku. Dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak yang sudah di nyatakan oleh presiden di tahun 2016, menjadi kejahatan yang luar biasa dan Polisi harus bisa menyelesaikannya dengan cara yang luar biasa juga,” ungkap Siti Sapurah.

Sementara itu, jajaran Sat Reskrim Polres Jembrana, melalui Kasat Reskrim AKP M. Reza Pranata dan didampingi oleh Kasubsi Penmas AIPTU I Ketut Sudarma Wiasa menjelaskan, kasus tindak pidana persetubuhan ini dilakukan oleh paman korban (berinisial ZA) kepada anak perempuan (berinisial LKD) yang masih berumur 12 tahun dengan TKP di Desa Cupel, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana, pada tanggal 19 Oktober 2021 yang lalu.

Baca Juga :  Modus Hampir Sama, Kali Ini Kantor Desa Tribuana Disatroni Maling

Menurut pengakuan ZA, berawal dari di chat untuk disuruh datang ke rumah korban, dengan nafsu birahinya melihat kesempatan bahwa pintu kamar terbuka dan situasi rumah dalam keadaan sepi, kemudian ZA memeluk korban dari belakang yang sedang berbaring di tempat tidur, hingga merangsang korban hingga mau untuk disetubuhi.

“Atas kejadian tersebut pelaku disangkakan pasal 81 ayat (2) dan (3) UU RI No. 17 Tahun 2016 tentang penetapan Peraturan Pemerintah pengganti UU RI No. 1 Tahun 2016 tentang perubahan ke dua atas UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak menjadi Undang-undang Yo Pasal 64 KUHP. Ancaman hukuman pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan ditambah sepertiga apabila dilakukan oleh orang tua, wali, pengasuh anak, pendidik, atau tenaga kependidikan,” terangnya. (aar/bpn)

Dapatkan berita terbaru dari Baliportalnews.com di Google News