Baliportalnews.com
Baliportalnews.com

BALIPORTALNEWS.COM – Tiga mahasiswa Fakultas Geografi UGM melakukan penelitian tentang petir di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah.

“Di Wonosobo data tentang bencana sambaran petir masih terbatas. Sementara disana sering terjadi bencana sambaran petir seperti di tahun 2017 lalu yang menewasakan beberapa petani dan pendaki gunung,” kata salah satu peneliti Gagad Nur Ridho,  Senin (16/7/2018) di Kampus UGM.

Gagad menyebutkan bahwa kejadian sambaran petir di Wonosobo tidak hanya berdampak negatif bagi manusia. Sambaran petir juga menyebabkan kerusakan pada bangunan warga sera lingkungan.

Berawal dari hal itu, Gagad bersama dengan Abdi Rahmanu dan Astry Zulky Permatasari berusaha meneliti dan menganalisis kerapatan sambaran petir untuk meminimalisir dampak negatif akibat sambaran petir.

Baca Juga :  Bunda PAUD Kota Denpasar Gelar Bimtek Tingkatkan Kompetensi dan Kualitas, Dorong Komunikasi Kembangkan Pelayanan PAUD

Penelitian dilakukan dengan mengaitkan kejadian sambaran petir dengan bentuklahan di Kabupaten Wonosobo. Menggunakan data sambaran petir tipe Cloud to Ground(CG) tahun 2015 – 2017 yang diperoleh dari kantor BMKG Yogyakarta.

Selanjutnya data diolah menggunakan software ArcGIS 10.3 dengan pemodelan Kernel Density lalu dianalisis secara kuantitatif-kualitatif. Sementara peta bentuklahan, litologi, dan jenis tutupan lahan yang didapat dari Bappeda Wonosobo diuji akurasi dengan pengamatan lapangan secara langsung.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kabupaten Wonosobo terdiri dari bentuklahan vulkanik dan struktural. Bentuklahan vulkanik merupakan bentuklahan yang dipengaruhi oleh aktivitas gunung api. Sedangkan bentuklahan struktural merupakan bentuklahan yang dipengaruhi oleh aktivitas tektonik lempeng bumi.

Sementara batuan dominan yang terdapat di Kabupaten Wonosobo berupa batuan breksi, lava, dan tuff yang berpengaruh terhadap banyaknya sambaran petir. Hal ini dikarenakan batuan-batuan tersebut memiliki nilai resistivity yang cukup rendah.

“Kecamatan Kepil dan Kecamatan Wonosobo merupakan wilayah yang memiliki risiko sambaran petir paling tinggi di Kabupaten Wonosobo,” ungkapnya.

Guna mengurangi risiko jatuhnya korban jiwa dan kerugian material akibat sambaran petir, Gagad menekankan pentingnya penerapan mitigasi bencana. Hal tersebut dapat dilakukan antara lain dengan memasang penangkal petir dan mencabut instalasi listrik didalam rumah ketika terjadi sambaran petir.

Baca Juga :  Lima Pebalap Astra Honda Siap Dominasi Kejurnas Superport 600 di Mandalika

“Selain itu juga segera mengakhiri kegiatan di luar rumah ketika awan Cumulonimbus mulai muncul dan berteduh di bangunan permanen,”terangnya.

Data hasil penelitian itu telah disosialisasikan di hadapan pegawai seta relawan BPBD Kabupaten Wonosobo pada Selasa (10/7/2018) lalu. Pemamparan hasil penelitian ini mendapatkan apresiasi dari BPBD Wonosobo.

“Pemetaan sambaran petir di Kabupaten Wonosobo yang dilakukan teman-teman Geografi UGM cukup unik dan menarik karena jarang dilakukan dan sangat bermanfaat untuk menambah pengetahuan masyarakat terkait sambaran petir,” ujar Humas BPBD Wonosobo Sulthoni. (ika/humas-ugm/bpn)

Dapatkan berita terbaru dari Baliportalnews.com di Google News