Baliportalnews.com
Baliportalnews.com

BALIPORTALNEWS.COM, DENPASAR – Keprihatinan terhadap tingginya alih fungsi lahan pertanian sudah begitu banyak diutarakan sejumlah tokoh dan pemerhati. Gubernur Bali Made Mangku Pastika berharap, keprihatinan tersebut diikuti oleh pemberian solusi yang aplikabel (mudah diterapkan,red) dan realistis.

Harapan itu disampaikannya pada pelaksanaan Simakrama Gubernur yang mengusung tema ‘Alih Fungsi Lahan dan Solusinya’, Sabtu (27/5/2017).

Lebih jauh Pastika menerangkan bahwa hingga saat ini perekonomian Bali masih bertumpu dari sektor pariwisata. “Dan sejauh ini kita sepakat bahwa pariwisata yang kita kembangkan adalah pariwisata budaya yaitu budaya agraris,” ucapnya pada Simakrama yang berlangsung di Ruang Wiswa Sabha Utama, Kantor Gubernur Bali. Bertolak dari kenyataan tersebut, upaya pelestarian sektor pertanian merupakan sebuah keharusan. “Agar pertanian tetap lestari, lahannya jangan terus digerogoti. Mesti ada upaya pengendalian,” imbuhnya.

Menurut Pastika, tingginya alih fungsi lahan antara lain disebabkan pertumbuhan penduduk. “Tahun 1945 penduduk Bali hanya 500 ribu jiwa, sekarang jumlahnya sudah mencapai 4,5 juta jiwa. Semuanya perlu tempat tinggal,” bebernya.

Selain kepadatan penduduk, keengganan generasi muda untuk menekuni bidang pertanian juga menjadi pemicu tingginya alih fungsi lahan pertanian. Karena yang muda tak mau bertani, akhirnya lahan telantar. Ujung-ujungnya, masyarakat memilih mengintrakkan atau menjual lahan mereka sehingga terjadilah alih fungsi. Melihat kondisi ini, Pastika ingin mendapat solusi yang lebih aplikabel dan realistis untuk diterapkan.

Menambahkan penjelasan Pastika, Kadis Tanaman Pangan Holtikultura dan Perkebunan Provinsi Bali IB Wisnuardhana,M.Si memaparkan sejumlah kebijakan dalam upaya pengendalian alih fungsi lahan pertanian. Upaya tersebut antara lain dengan melaksanakan Program Simantri dan pemberian insentif bagi petani. Selain itu, Pemprov juga menerapkan sejumlah regulasi hukum yang menunjukkan keberpihakan pada sektor pertanian. “Salah satunya penerapan Perda Buah Lokal,” sebutnya.

Baca Juga :  Jelang Hari Raya, Inflasi di Provinsi Bali Meningkat

Sementara itu, sejumlah tokoh yang diundang sebagai narasumber sepakat bahwa alih fungsi lahan tak mungkin dihentikan namun dapat dikendalikan. Alih fungsi lahan antara lain dapat dikendalikan melalui penguatan instrumen hukum dan peningkatan insentif bagi para petani. Solusi tersebut ditawarkan oleh Ketua DPD Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Bali Prof. DR. Ir. Nyoman Suparta.  Mengawali paparannya, Prof. Suparta mengungkap bahwa alih fungsi lahan pertanian tiap tahunnya rata-rata mencapai 380,9 hektare.

Untuk mengendalikan alih fungsi lahan, dia menawarkan sejumlah solusi antara lain penguatan instrumen hukum dan kebijakan ekonomi yang berpihak pada sektor pertanian. Ia juga mendorong pembentukan Lembaga Usaha Ekomoni Subak (LUES) yang bertujuan meningkatkan produktivitas dan nilai ekonomi lahan pertanian. Lain daripada itu, dia minta Pekaseh dilibatkan dalam proses jual beli lahan pertanian. “Status sosial dan prestise para petani juga perlu kita tingkatkan agar generasi muda lebih tertarik menekuni bidang ini,” paparnya.

Baca Juga :  Pertamina Jamin Pasokan Avtur Aman di Bandara I Gusti Ngurah Rai, Siap Hadapi Liburan Sekolah

Pada bagian lain, Prof. Suparta juga mengusulkan ada bagi hasil dari sektor pariwisata untuk mendukung pembangunan bidang pertanian. “5 persen saja PHR itu dikembalikan untuk sektor pertanian, menurut saya itu bagus sekali dan para petani pasti senang,” sarannya. Menurut pandangan Prof. Suparta, Gubernur Pastika telah berupaya sebaik mungkin untuk penguatan sektor pertanian melalui Program Simantri. Namun ia menyarankan agar program Simantri dilaksanakan di tiap subak.

Narasumber berikutnya dari Fakultas Pertanian Universitas Dwijendra DR. Sedana menawarkan lima solusi diantaranya pembentukan perusahan daerah yang bertugas membeli produk usaha tani, program asuransi usaha tani, kredit pertanian, penguatan lembaga subak dan penetapan lahan sawah abadi. Sedangkan Sekretaris Majelis Utama Subak Provinsi Bali Pasek Arimbawa berpendapat kalau alih fungsi lahan dapat dikendalikan dengan mengoptimalkan peran lembaga subak. “Alih fungsi lahan harus diatur dalam awig-awig dan libatkan kelian subak dalam proses jual beli lahan pertanian,” cetusnya.

Baca Juga :  Sekda Alit Wiradana Hadiri FGD BPJS Ketenagakerjaan, Bahas Perlindungan Terhadap Pekerja Rentan di Kota Denpasar

Lebih dari itu, ia menyarankan pula agar 30 persen hibah untuk subak diperuntukkan bagi kegiatan ekonomi produktif. Selain solusi yang ditawarkan para narasumber, sejumlah peserta simakrama juga urun pendapat soal upaya pengendalian alih fungsi lahan. Pekaseh Subak Sengempel Wayan Setiawan mendorong penegakan aturan tanpa tebang pilih. Ia juga minta agar para pekaseh dilibatkan dalam penegakan aturan yang berkaitan dengan upaya pengendalian alih fungsi lahan. Hal senada diutarakan peserta simakrama lainnya seperti I Wayan Suata, Ketut Marja Abas dan Wenten Ariawan.

Menyikapi berbagai masukan yang mengemuka, Pastika menyimpulkan bahwa upaya pengendalian alih fungsi lahan membutuhkan koordinasi lebih komprehensif antar lembaga seperti Pertanian, BPN, Perpajakan dan Lembaga Adat. Di samping itu, sosialisasi yang lebih intensif juga perlu terus dilakukan agar masyarakat paham dan ikut perperan aktif dalam upaya pengendalian alih fungsi lahan. (humas-bali/bpn)


Pantau terus baliportalnews.com di :

Dapatkan berita terbaru dari Baliportalnews.com di Google News