Baliportalnews.com
Baliportalnews.com

BALIPORTALNEWS.COM, DENPASAR – Sepuluh seniman yang tergabung dalam Komunitas Nitirupa memamerkan 20 karya dari perenungan terhadap kondisi terkini negeri ini dengan tajuk “Samya” di Santrian Art Gallery, Griya Santrian Resort & Spa, Jl. Danau Tamblingan 47, Sanur.

Acara ini telah dibuka oleh pemain teater dan pencinta seni Happy Salma pada Jumat (13/9/2019) pukul 18.30 Wita. Pameran bakal berlangsung hingga 31 Oktober 2019.

Perupa dari Komunitas Nitirupa yang berpameran kali ini adalah Galung Wiratmaja, Loka Suara, Made Gunawan, Made Wiradana, Nyoman Sujana Kenyem, Pande Alit Wijaya Suta, Putu Bambang Juliarta, Teja Astawa, Uuk Paramahita, dan Wayan Redika.

Koordinator Komunitas Nitirupa Wayan Redika mengatakan pameran ini berawal dari perbincangan tentang isu-isu lokal hingga sejumlah peristiwa yang terjadi di negeri ini. Topiknya sangat beragam, baik perihal lingkungan, ekonomi, politik, nasionalisme, dan berbagai persoalan aktual lainnya.

Baca Juga :  Wali Kota Jaya Negara Tinjau Pemasangan Penjor Ngerebong STT Se-Desa Kesiman

“Kami bersepakat untuk mengusung pameran yang berpijak dari perenungan tentang berbagai kondisi tersebut,” katanya, Kamis (12/9/2019). Menurut Redika judul pameran “Samya” diambil dari bahasa Kawi atau Jawa Kuna yang artinya seimbang atau keseimbangan. Sejatinya, inilah puncak dari seluruh pergolakan pemikiran para perupa komunitas ini dan bagaimana keseimbangan itu bisa diwujudkan? Ketidakseimbangan yang terjadi di berbagai tempat telah mengancam tatanan kehidupan. Kenyataan yang dihadapi dan impian tentang idealisasi kehidupan pun semakin membentang dalam batas yang entah kapan saling mampu menjangkau. Masyarakat di Pulau Dewata memiliki rujukan tentang Trihita Karana, tetapi Bali sendiri kini semakin kehilangan wujud kesadaran dalam memberi arti yang sebenarnya atas filosofi adiluhung tersebut. Sehingga yang dinikmati saat ini hanyalah keseimbangan yang tak seimbang.

Berikut pernyataan lengkap Komunitas Nitirupa tentang pameran “Samya” ini:

  • Napas itu adalah kesadaran tentang kehidupan. Dan kehidupan itulah keseimbangan semesta.
  • Siklus napas ketika arus putarnya melewati bumi dan kalbu ialah tanda tentang kehidupan.
  • Alurnya harus seimbang sepanjang putaran. Bilamana keseimbangan itu tak tercapai, niscaya kehidupan akan terganggu, maka siapa pun berkehendak untuk hidup harus melindungi keseimbangan napasnya.
Baca Juga :  Pertina Bali Maksimalkan Persiapan Menuju PON ke-21 dengan Latihan di Uzbekistan

Dalam makna lain, napas juga diartikan sebagai energi, kekuatan yang menumbuhkan kesadaran untuk menyelaraskan kebutuhan dalam siklus kehidupan, yang pada akhirnya keseimbangan di antara itu akan membuahkan kebahagiaan sejati.

Inilah dasar pemikiran pameran ini. Kosa kata Samya diambil dari bahasa Kawi, yang bermakna seimbang, keseimbangan. Pengamatan kasat mata terasa jelas atas ancaman ketidakseimbangan yang mendera kehidupan di berbagai tempat saat ini. Elemen-elemen bumi yang diciptakan untuk dirawat, malah dilumat atas dasar kepentingan-kepentingan. Kebudayaan, bahkan wilayah Tuhan pun direduksi menjadi barang dagangan.

Baca Juga :  PLN Bali Siapkan Antisipasi Gangguan Listrik Menyambut Hari Raya Nyepi

Merosotnya kesadaran manusia, degradasi pikiran dalam menjaga setiap langkah yang menguatkan napas kehidupan yang menjadi inspirasi dalam daya kreasi dan pijakan penciptaan visual. Karya yang ditampilkan merupakan penggalan rasa bagi seniman atas inovasi dan kemampuan masing-masing menangkap esensi dari keseimbangan itu sendiri.

Bali, selalu bercerita tentang Trihita Karana, namun Bali kini semakin kehilangan wujud kesadaran dalam memberi arti yang sebenarnya atas filosofi adiluhung tersebut. Sehingga yang kita nikmati kini hanyalah keseimbangan yang tak seimbang.(r/bpn)

Dapatkan berita terbaru dari Baliportalnews.com di Google News