Baliportalnews.com
Baliportalnews.com

BALIPORTALNEWS.COM – Gempa bumi  dengan kekuatan M 7,4 yang disusul dengan tsunami mengguncang Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah, Jumat (28/9/2018) petang. Ahli Geologi UGM Prof. Dr. Ir. Subagyo Pramumijoyo, DEA, mengatakan bahwa Kota Palu dan Donggala merupakan titik pertemuan tiga lempeng tektonik utama dunia  yaitu lempeng Indo-Australia, lempeng Pasifik, dan lempeng Eurasia.

“Palu dan Donggala  berada di zona benturan tiga lempeng besar dunia sehingga menjadi daerah yang rawan terjadi gempa,” jelasnya saat ditemui di Departemen Geologi Fakultas Teknik UGM, Selasa (2/10/2018).

Baca Juga :  Lima Pebalap Astra Honda Siap Dominasi Kejurnas Superport 600 di Mandalika

Pergerakan lempeng-lempeng itu, kata dia mendorong pergerakan sesar geser Palu Koro yang mengakibatkan gempa pekan lalu. Sesar ini tergolong aktif karena pergerakannya mencapai 45 milimeter per tahun.

“Gempa di Sulawesi ini mekanismenya sesar geser yang tidak menimbulkan perubahan volume air laut atau dengan kata lain tidak memicu tsunami,” katanya.

Subagyo menuturkan terjadinya tsunmai di Palu dimungkinkan karena adanya longsoran sedimen di bawah laut yang cukup besar yang muncul akibat pergeseran lempeng. Selain itu juga lokasi Palu yang berada di ujung teluk yang sempit. Bentuk teluk yang menyempit ke daratan menjadikan gelombang tsunami mengarah ke Kota Palu.

“Dengan bentuk teluk yang menyempit, energi gelombang tsunami akan semakin kuat ke arah yang semakin dangkal,” terangnya.

Baca Juga :  Subsidi Listrik Ke PLN Rp75,83 Triliun, Wujud Negara Hadir Sediakan Akses Listrik Terjangkau Bagi Masyarakat Miskin

Gempa bumi yang mengguncang Palu dan Donggala tidak hanya mengakibatkan bencana susulan berupa tsunami, tetapi juga memunculkan fenomena tanah bergerak atau likuifaksi. Likuifaksi diketahui terjadi di daerah Sigi Sulawesi Tengah.

Likuifaksi disebutkan Subagyo banyak terjadi pada tanah berpasir. Saat terjadi gempa tanah yang berpasir tercampur dengan air tanah di bawahnya. Melarut dengan air tanah dan menerobos rekahan tanah di permukaan.

Dari penelitian yang dilakukan sejak taun 2005 silam Subagyo menyebutkan bahwa di daerah sepanjang Teluk Palu merupakan wilayah yang memiliki tanah dengan kontur yang mudah terjadi likuifaksi. Ketebalan sedimen tersebut mencapai 170 meter sehingga menjadi daerah yang sebenarnya tidak aman untuk dijadikan tempat tinggal karena berpotensi terjadi likuifaksi saat terjadi gempa. (ika/humas-ugm/bpn)

Dapatkan berita terbaru dari Baliportalnews.com di Google News