Baliportalnews.com
Baliportalnews.com

BALIPORTALNEWS.COM  – Pakar Politik Universitas Lampung (Unila), Dr. Suwondo, M.A, mengkritisi pola penetapan cagub cawagub yang selalu berdasarkan loby-loby partai politik. Menurutnya, seharusnya cawagub ditentukan oleh cagub agar dapat bekerjasama ketika memimpin pemerintahan bukan karena terpaksa karena loby dan akibat untuk memenuhi kursi/syarat KPU.

“Saya punya pandangan bahwa cawagub itu wakil jadi sebaiknya cagub yang menetapkan. Pola-pola lama sebaiknya kita tinggalkan. Amerika bisa kita tiru Wapresnya ditentukan oleh Presiden imbasnya keduanya bisa bekerja dengan baik, nah kita sebaiknya mulai merubah yang menentukan Wakil itu ya Kepala Daerah agar tidak ribut di tengah jalan atau partai minta saran dari Cagub siapa wakilnya,” kata Dosen Pasca FISIP Unila tersebut.

Baca Juga :  JNE Terima Penghargaan Tebar Sejuta Al Quran dari Baitul Maal Hidayatullah

Menurut Pria kelahiran Lampung Utara 3 September 1959 ini dalam pengamatannya yang akan maju sebagai calon gubernur adalah Ridho, Ike Edwin, Mustafa, Arinal dan Alzier. Nama-nama tersebut berebut BE 1 sedangkan Pun Edwar dan sebagian dari mereka mencari wakil Suku Jawa kecuali Mustafa kemungkinan dengan Eva atau Herman, lalu Herman saya lihat fokus walikota. “Herman HN sepertinya mendorong istri menjadi Wagub, jika Ridho pasangan dengan Pun Edward ada kendal psikologis karena dengan Dang ike apapun juga mereka kerabat dan tidak etis dari sisi adat,” imbuhnya.

Bagi Dosen Pasca Magister Hukum ini menganggap justru posisi Cawagub masih misteri, kemungkinan di luar itu seperti yang disebutkan namanya diatas. “Namun kalau melihat heterogen masyarakat maka komposisi etnis mau tidak mau perlu dipertimbangkan, ingat pemilih kita masih tradisional,” tandasnya.

Baca Juga :  Turnamen Kartu Pokémon Regional League 2023-24 Indonesia Vol. 3 Siap Digelar di Bali

Irjen Pol. Dr. Drs. Ike Edwin saat ditanya saran untuk masyarakat Lampung untuk memilih pemimpin. Pakar politik Lampung ini menekankan pilihlah yang terbaik, yang dekat dengan masyarakat dan tidak arogan serta menjadikan kekuasaan sebagai kontrak sosial yang dipertanggung jawabkan kepada rakyat.

“Tentu pemimpin yang terbaik, pemimpin pelayan bagi masyarakat dan harus mendengar aspirasi masyarakat dan dekat dengan masyarakat jangan mengagungkan kekuasaan dan tidak arogan. Kekuasaan itu kontrak sosial yang dipertanggung jawabkan ke rakyat,” tutupnya. (znd/bpn)


Pantau terus baliportalnews.com di :

Dapatkan berita terbaru dari Baliportalnews.com di Google News