Baliportalnews.com
Baliportalnews.com

BALIPORTALNEWS.COM – Tujuh mahasiswa UGM berhasil mengembangkan terobosan baru yang memfasilitasi mahasiswa kedokteran gigi profesi  atau ko-asistensi (koas) dengan pasien untuk bertemu di dunia maya sesuai kebutuhan dan jadwal perawatan keduanya. Aplikasi bernama COASS ini berhasil menjadi jawara dalam ASEAN Business Model Competition 2017 dan akan mewakili ASEAN di International Business Model Competition di Amerika pada bulan Mei mendatang.

 “COASS merupakan platform yang menghubungkan mahasiswa kedokteran gigi yang tengah mengambil pendidikan profesi dengan pasien gigi,”kata Arief Faqihudin, Ketua tim COASS, Jumat (24/3/2017) di Fortakgama UGM.

Arief menyebutkan dengan aplikasi COASS,  koas dan pasien dapat saling terhubung. Pasien dapat mengakses laman COASS.id dan login terlebih dahulu untuk bisa berkonsultasi secara gratis dan melakukan perawatan lanjutan. Setelah kasus terverifikasi maka akan muncul data pasien berupa jenis penyakit/kasus,jenis kelamin, dan usia. Selanjutnya, koass akan memilih pasien sesuai dengan kasus yang dijadwalkan dalam pendidikan profesi dokter gigi.

Pengembangan aplikasi ini dimulai sejak awal Januari 2017 lalu. Dilakukan bersama dengan Silva Meliana dan Ratihana Nurul  dari FKG serta Ilham Imaduddin, Damar Adi Prabowo, Ahmad Shalahuddin, Andhika Kurnia Harryajie dari FMIPA.

Baca Juga :  Pj Gubernur Bali Terima Penghargaan Top Pembina BUMD 2024

“Saat mulai membuka user pada awal Maret 2017 kemarin sudah lebih dari 100 koass dan 600 pasien yang melakukan input data. Bahkan saat ini sudah ada 2.000 kasus yang berhasil ditangani,”jelas mahasiswa Fakultas Teknik ini.

Meskipun perawatan dilakukan oleh koass, kualitasnya tidak usah diragukan. Pasalnya, praktik koas dipantau langsung oleh dokter gigi profesional sehingga kualitas dapat dipertanggungjawabkan.

“Biaya perawatan jauh lebih murah hingga 50-80%  dibanding dokter gigi, tetapi kualitas tetap terjamin karena semua tahapan perawatan yang dilakukan koas terus dipantau dokter gigi profesional,” ungkapnya.

Silva menambahkan pengembangan apilkasi ini berawal dari keprihatinanya akan minimnya jumlah dokter gigi di Indonesia. Jumlah dokter gigi di Indonesia masih berada di bawah rasio ideal WHO. Menurut WHO, rasio ideal jumlah dokter gigi dengan penduduk yaitu 1:2.000, sedangkan keberadaan dokter gigi  dibandingjumlah penduduk Indonesia 1:22.000. Sementara setiap tahun hanya ada tambahan sekitar 600 dokter gigi dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia.

“Lambatnya perguruan tinggi menghasilkan lulusan dokter gigi salah satunya karena keterlambatan dalam pendidikan profesi dokter gigi. Normalnya pendidikan profesi ditumpuh 1,5-2 tahun, tetapi hampir 50% mahasiswa menempuh pendidikan ini lebih lama,” ucapnya.

Persoalan sulitnya mahasiswa koas mendapatkan profil pasien yang tepat sesuai kebutuhan menjadi salah satu faktor utama lambatnya pendidikan profesi ini. Ditambah dengan masalah jadwal koas yang tidak sesuai dengan jadwal pemeriksaan pasien. Sementara koass dibatasi oleh waktu.

Baca Juga :  Wali Kota Jaya Negara Buka DTIK Fest 2024, Jadi Wahana Edukasi Tingkatkan Jejaring dan Kolaborasi

“Harapannya dengan aplikasi ini memberikan kemudahan bagi koass dan pasien serta mengatasi lambatnya pendidikan profesi dokter gigi karena ketidaksesuaian jadwal keduanya,”harapnya.

COASS.id mengakomodasi koass dari Fakultas Kedokteran Gigi UGM, namun kedepan juga akan disediakan ruang bagi mahasiswa koas dari universitas lainnya di Indonesia. Saat ini menggandeng Rumah Sakit Gigi dalam melaksanakan perawatan pasien. Selain itu juga bekerjasama dengan Rumah Zakat dalam penyediaan ambulans untuk mobilitas pasien.

“Nantinya kami juga akan mengembangkan aplikasi ini agar bisa diakses melalui smartphone guna memudahkan akses para pasien,” pungkasnya. (ika/humas-ugm/bpn)


Pantau terus baliportalnews.com di :

Dapatkan berita terbaru dari Baliportalnews.com di Google News